Moneter dan Fiskal

Tumbuhnya Monetary Base Bakal Dukung Ekspansi Ekonomi Nasional

Jakarta — Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, Monetary Base (M0) atau jumlah uang beredar di pasar yang telah dikeluarkan oleh Bank Sentral, telah menunjukkan tren pertumbuhan, di mana pada bulan Oktober 2021, M0 mencatatkan kenaikan sebesar 15,37% Year on Year (YoY). Menurutnya, pertumbuhan tersebut positif, yang artinya menunjukkan bahwa uang atau dana benar-benar sudah berada di sistem.

“Kami pun di KSSK akan terus memastikan bahwa M0 tetap tumbuh positif, mungkin dalam 5 bulan terakhir sudah tumbuh positif double digit, sekali lagi ini menunjukkan bahwa dana masyarakat dan juga dana pemerintah sudah ada di sistem dan siap membiayai ekspansi ekonomi kita ke depan, perkiraan kami ekonomi nasional akan tumbuh, bahkan tumbuh lebih cepat lagi,” ujarnya dalam acara Economic Outlook 2022 BeritaSatu, dihelat secara virtual pada Senin (22/11/2021).

Di sisi lain, pulihnya aktivitas ekonomi dan membaiknya tingkat keyakinan konsumen telah kembali mendorong deposan untuk menggunakan simpanannya untuk belanja dan berinvestasi. Kemudian dari sisi intermediasi keuangan, kredit perbankan sudah tumbuh positif selama empat bulan terakhir sejak Juni 2021. Per September 2021, kredit perbankan telah tumbuh 2,21%. Pertumbuhan positif ini terjadi baik di sisi kredit konsumsi, modal kerja, maupun investasi.

Perbaikan likuiditas perbankan nasional tentunya sejalan dengan upaya pemerintah yang secara aktif melakukan injeksi melalui aktivitas fiskal, terutama sejak Semester II-2020. Perkembangan positif dari pemulihan ekonomi, tidak terlepas dari adanya sinergi dan koordinasi kebijakan yang baik antara Pemerintah bersama Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS yang tergabung di dalam KSSK.

“Bersama-sama, KSSK senantiasa mempererat koordinasi untuk mengantisipasi berbagai potensi risiko bagi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), dan terus mendorong upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional,” tambahnya.

Selanjutnya dia menjelaskan, jika melihat dinamika global, The FED beberapa minggu yang lalu telah mengumumkan bahwa akhir November ini akan mulai melakukan pengurangan pembelian US Treasury sebanyak $10 miliar dan mortgage-backed securities sebanyak $5 miliar setiap bulannya secara gradual. Hal ini menurutnya memang mengawali proses tapering di Amerika Serikat (AS), namun bukan berarti tiba-tiba kebijakan moneter AS menjadi kontradiktif. Sebaliknya, kebijakan moneter AS tetap akomodatif, hanya saja level ekspansi moneternya dikurangi secara perlahan.

“Selain itu, the FED telah dengan baik mengkomunikasikan kebijakan ini jauh sebelum bulan November dan pasar sudah merespon dengan baik, sehingga efek tantrum secara global tidak terjadi seperti pada tahun 2013 yang lalu. Dan, Gubernur the FED Jerome Powell juga menyatakan bahwa tapering ini tidak akan diikuti dengan peningkatan FED rate dalam waktu dekat,” terangnya.

Jika dicermati, data siklus bisnis AS dengan siklus bisnis Indonesia, secara historis terdapat korelasi yang positif. Ekspansi ekonomi yang positif di AS akan diikuti pula oleh ekspansi ekonomi di Indonesia. Oleh sebab itu, saat ekonomi AS pulih dari resesi dan tumbuh positif, maka dampaknya akan positif pula kepada Indonesia , pengalaman yang lalu di Indonesia pasca the FED pertama kali menaikkan FED rate pada Desember 2015, kebijakan moneter nasional bisa tetap suportif dan akomodatif.

Oleh sebab itu, lanjut Purbaya, Indonesia tidak perlu khawatir dengan tapering dan potensi kenaikan FED rate di tahun 2022. Karena kebijakan yang akomodatif, baik di sisi fiskal maupun moneter akan mampu menjaga pemulihan ekonomi nasional untuk tetap solid di tahun 2022.

“Namun demikian, kita harus tetap waspada dan tidak boleh lengah dalam mengantisipasi berbagai faktor ketidakpastian yang masih membayangi pemulihan ekonomi global. Beberapa faktor tersebut antara lain adanya mutasi varian baru COVID-19 seperti varian Delta Plus, energy crunch, dan supply chain constraint di beberapa negara maju,” tutup Purbaya Yudhi Sadewa. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

4 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

4 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

6 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

6 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

7 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

7 hours ago