Moneter dan Fiskal

Tumbuh Positif, Penerimaan Pajak Negara per Agustus 2023 jadi Segini

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak negara sampai dengan Agustus 2023 mencapai Rp1.246,97 triliun atau 72,58 persen dari target APBN 2023.

Jumlah penerimaan pajak negara itu berasal dari PPh Non Migas sebesar Rp708,23 triliun, naik 7,06 persen atau mencapai 81,07 persen dari target APBN, PPN dan PPnBM sebesar Rp447,58 triliun atau naik 8,14 persen atau 64,28 persen dari target APBN.

Baca juga: Pemerintah Sudah Belanjakan Rp1.674,7 T Pagu APBN, untuk Apa Saja?

Kemudian, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp11,64 triliun, turun -12,01 persen atau 29,10 persen dari target APBN dan PPh Migas sebesar Rp49,51 triliun, turun -10,58 persen atau 80,59 persen dari target APBN.

“Kinerja penerimaan pajak Januari – Mei 2023 masih tumbuh positif terutama didukung kinerja kegiatan ekonomi yang baik. PBB dan Pajak Lainnya terkontraksi akibat pergeseran pembayaran PBB migas, sedangkan PPh Migas mengalami kontraksi sebagai dampak moderasi harga minyak bumi,” jelas Menkeu dalam APBN KiTa, Rabu 20 September 2023.

Menkeu menambahkan, ke depannya kinerja penerimaan pajak akan melambat dibandingkan tahun sebelumnya terutama disebabkan penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan PPS.

“Ke depannya, penerimaan pajak akan mengikuti fluktuasi variabel ekonomi makro, terutama harga komoditas, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, aktivitas impor, dan variabel lainnya,” kata Menkeu.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, dari sisi jenis pajak seluruh jenis pajak masih tumbuh positif dengan dinamika periodik yang bervariasi.

Secara rinci, PPh 21 tumbuh 17,4 persen sejalan dengan utilisasi tenaga kerja dan tingkat upah yang baik. Kemudian, PPh OP tumbuh 2,2 persen dan PPh Badan tumbuh 23,2 persen, PPh 26 tumbuh 25,3 persen, PPN DN tumbuh 15,5 persen.

Baca juga: Anak Buah Sri Mulyani Sebut APBN 2024 Dirancang untuk Merespon Dinamika Perekonomian

Sedangkan, terjadi kontraksi pada PPh 22 impor sebesar -6,0 persen, PPh Final terkontraksi -39,4 persen, dan PPN Impor sebesar -4,7 persen.

“PPh 22 Impor dan PPN Impor terkontraksi karena penurunan nilai impor, dengan tren kontraksi yang semakin dalam. Sementara PPH Final kembali ke pertumbuhan normal pasca kontraksi akibat PPS di periode sebelumnya,” tutup Menkeu. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

14 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

14 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

15 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

16 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

17 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

17 hours ago