Keuangan

Tren Pengaduan PUJK Terus Meningkat, OJK Soroti Lima Hal Ini

Jakarta – Tren pelaporan terkait Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari jumlah permintaan layanan melalui aplikasi portal perlindungan konsumen (APPK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada 2018 ada 86.190 permintaan layanan, pada 2019 ada 117.218 permintaan, lalu pada 2021 melonjak ke 287.729 permintaan dari sebelumnya di 2020 yang sempat turun ke 87.308.

Pada 2022 ada 315.924 permintaan, dan pada 2023 ada 319.416 permintaan. Sementara dari periode Januari sampai Juli 2024, tercatat sudah ada 218.300 permintaan layanan yang masuk. 

Sementara itu, berdasarkan data pengaduan internal dispute resolution (IDR) di PUJK, terdapat total pengaduan sekitar 14 juta pengaduan di 2023.

Baca juga : Ekonomi Lesu, China Desak Perbankan Potong Suku Bunga Deposito

Bila dirinci dari 14 juta itu terdiri atas 7.642.913 pengaduan di industri perbankan, 28.647 pengaduan di pasar modal, dan 6.895.362 pengaduan di institusi keuangan non-bank (IKNB).

Kepala Departemen Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Bernard Widjaja menyatakan bahwa tren bertambahnya laporan atas PUJK dapat dilihat dalam dua sudut pandang. Pertama, itu menandakan publik telah sadar akan hak dan kewajibannya sebagai konsumen industri keuangan.

Di lain sisi, itu juga bisa pertanda jika permasalahan di industri keuangan makin meningkat dari sisi perlindungan konsumen.

“Meningkat artinya bisa positif, bisa negatif Bapak-Ibu sekalian. Positif artinya mungkin masyarakat sudah aware tentang hak dan kewajibannya. Mereka tahu feature dari produk layanan dan tahu tentang hak serta kewajibannya. Di sisi lain juga dianggap negatif. Artinya, dengan meningkatnya pengaduan mungkin permasalahan makin meningkat dari sisi perlindungan konsumen,” ujarnya saat webinar OJK Institute bertema “Strategi Implementasi Market Conduct: Membangun Kepercayaan dan Meningkatkan Kinerja IJK” secara virtual, Kamis, 8 Agustus 2024.

Bernard jelaskan lebih lanjut, data yang ada tak sekedar menunjukkan peningkatan, namun juga pergeseran top issues pada pelaporan atas PUJK sejak 2013 hingga kini.

Top issue pertama, ia katakan, yakni berkaitan dengan perilaku petugas penagihan. Masyarakat membuat laporan terhadap perilaku petugas penagihan. 

Baca juga : OJK Selesaikan 83 Persen Pengaduan Konsumen di Semester I 2024, PUJK Kena Sanksi?

“Artinya bahwa konsumen itu melakukan pengaduan karena perilaku dari petugas penagihan. Padahal dalam lain waktu dan sebagainya kita juga menelisik apa root cause (penyebab awal) bisa terjadi perilaku demikian dari petugas penagihan,” paparnya.

Kedua, terkait dengan restrukturisasi pembiayaan dan pinjaman. Ia jelaskan bahwa situasi ini utamanya disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang “memaksa” para konsumen atau debitur untuk mengajukan restrukturisasi pinjaman ke pihak PUJK.

Isu kedua ini, ia sebutkan memang sudah mulai menurun (jumlah laporan) saat ini karena sudah berlalunya masa pandemi maupun kebijakan lockdown.

Isu ketiga ialah terkait sistem layanan informasi keuangan, yang mana sangat erat kaitannya dengan keamanan data konsumen.

“Nah, ini mungkin kaitannya adalah dengan maraknya kebocoran data. Akibatnya, loh kok saya yang semula tidak punya pinjaman jadi punya pinjaman. Karena mungkin kurang pengetahuannya bahwa data informasi yang disampaikan terkait dengan adanya pembukaan rekening atas nama orang lain,” sebut Bernard.

Top isu keempat terkait dengan persoalan klaim. Ini adalah persoalan asuransi yang juga marak selama 2 tahun terakhir. Kemudian, isu kelima adalah soal penipuan seperti pembobolan rekening, skimming, phising, dan social engineering. Terkait penipuan, ia terangkan jika persoalan penipuan ini sekarang sudah merambat ke masalah judi online.

“Apalagi dengan adanya judi online dan sebagainya, semakin marak dengan pembukaan rekening asli tapi palsu. Dan menggunakan pembukaan rekening asli-palsu ini dalam rangka pemanfaatan untuk transaksi yang berhubungan dengan judi online,” imbuhnya.

Terakhir, pihaknya juga mencatat adanya 239 pelanggaran iklan atau 2,24 persen dari total 10.643 iklan industri jasa keuangan yang dilakukan pemantauan pada tahun 2023.

“Jadi dari sisi environment, lingkungan masyarakat, konsumen yang mengadu dari luar atau eksternal dan kami dari sisi internal sendiri adalah bagian kami untuk melakukan pemantauan terhadap iklan. Iklan itu adalah promosi produk keuangan di berbagai media. Ini masih menunjukkan adanya perkembangan ataupun pelanggaran-pelanggaran, meskipun tidak terlampau signifikan,” pungkas Bernard. (*) Steven Widjaja 

Editor : Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

4 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

5 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

6 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

8 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

13 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

14 hours ago