Problem Ekonomi RI Tak Cuma Dari Sentimen Global

Problem Ekonomi RI Tak Cuma Dari Sentimen Global

Fundamental dan sentimen global, telah menjadi problem utama perekonomian Indonesia saat ini. Rezkiana Nisaputra

Manado–Kondisi perekonomian nasional yang saat ini tengah bergejolak, dimana ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di 4,67% pada triwulan II-2015 dan Rupiah yang melemah hingga Rp14.300 per USD, membuat pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi September 1.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, Tony Prasetyantono menilai, sejauh ini problem yang ada di perekonomian nasional terdiri menjadi dua, yakni fundamental dan sentimen. Menurutnya, kondisi fundamental ekonomi yang masih menjadi problem saat ini terlihat dari kondisi industrialisasi yang kurang baik.

“Fundamental dan sentimen, fundamental itu seperti industrilisasi kita yang jelek, tapikan obatnya itu sudah ada deregulasi, pemerintah sudah keluarkan itu. Nah problem yang kedua itu sentimen, oleh sebab itu Rupiah melemah lebih cepat dari semestinya,” ujar Tony di Manado, Senin, 14 September 2015.

Dia menambahkan, kondisi sentimen negatif yang berasal dari eksternal telah membuat Rupiah semakin tertekan. Padahal, kata dia, Rupiah yang sesuai dengan fundamentalnya, seharusnya berada pada level Rp13.000-an per USD. Namun, dia berkeyakinan, Rupiah yang saat ini berada di level Rp14.300 per USD hanya bersifat sementara.

“Rupiah kalau tidak ada faktor-faktor di luar yang menggangu Indonesia, harusnya Rupiah bisa berada pada level Rp13.000-Rp13.500. Dolar itu tidak akan selamanya menguat, artinya itu akan capek sendiri. Rupiah di Rp14.300 per USD itu sifatnya sementara. Saya percaya Rupiah akan kembali menguat,” tukasnya.

Dia berharap besar pada paket kebijakan ekonomi September 1 yang sudah dikeluarkan pemerintah. Dengan kebijakan itu, akan mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrasi, penegakan hukum dan kepastian usaha. Dimana pemerintah juga berkomitmen untuk menyelesaikan paket deregulasi pada September dan Oktober 2015.

“Industrialisasi kita jelek, tapikan obatnya itu sudah ada deregulasi. Nah Itu yang harus di rebut Presiden Jokowi. Karena itu saya percaya nanti kedepan masih akan ada reshuffle lagi,” tutup Tony. (*)

Related Posts

News Update

Top News