Kepemimpinan Spiritual Dalam Dunia Bisnis di Era Kenormalan Baru

Kepemimpinan Spiritual Dalam Dunia Bisnis di Era Kenormalan Baru

Oleh : Prof. Christantius Dwiatmadja, S.E., M.E., Ph.D, Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana.

DUNIA saat ini tengah menghadapi era baru, suatu era yang dipenuhi dengan gangguan, ketidakpastian, dan perubahan yang sangat cepat yang dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi.

Era ini dikenal dengan sebutan era “disruption” (disrupsi), suatu masa yang memunculkan banyak inovasi tak terlihat dan tak disadari oleh organisasi yang mampu mengganggu jalannya aktivitas tatanan sistem lama atau bahkan menghancurkan sistem lama tersebut yang menyebabkan persaingan semakin tak kasatmata.

Pandemi COVID-19 yang terjadi belakangan ini menjadi bukti nyata terjadinya disrupsi berskala masif dalam kehidupan umat manusia.

Dunia bisnis sebagai entitas yang mengedepankan profesionalisme perlu memiliki pemimpin yang mampu membawa organisasinya melakukan perubahan yang diperlukan dalam era kenormalan baru (new normal). Karakter sebuah organisasi akan sangat tergantung pada karakter seorang pemimpin sehingga perlu dikaji kepemimpinan yang relevan dengan kebutuhan di era kenormalan baru.

Kepemimpinan Dalam Dunia Bisnis

Berbagai literatur kepemimpinan berupaya membahas kriteria ideal seorang pemimpin. Stephen Covey menyebutkan peran pemimpin dalam organisasi adalah sebagai perintis (path finder), penyelaras (aligner), pemberdaya (empowerer), dan panutan (model). Sementara itu, tokoh bisnis seperti TP Rachmat menyatakan bahwa “Karakter utama yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah ketegasan, keberanian, dan integritas.”

Tanri Abeng, sang manajer kondang, berpendapat bahwa “Sosok CEO ideal yang layak diidolakan itu biasanya memiliki perpaduan keterampilan dalam: leadership, entrepreneurship, keberanian mengambil keputusan.”

Realitas baru yang muncul sebagai respons atas perubahan zaman dikenal sebagai the new paradigma in leadership yang dicirikan dengan adanya change/crisis management, empowerment, collaboration, diversity, higher purpose, dan humble. Hal ini bertentangan dengan paradigma lama yang menekankan stability, control, competition, uniformity, self-centered, dan hero.

Pergeseran pandangan tersebut menunjukkan dibutuhkannya semangat kebersamaan dalam satu tim untuk melayani dan memberdayakan anggota organisasi. Era yang menonjolkan aspek kepahlawanan yang berpotensi mengarah pada kultus individu tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan era kenormalan baru.

Kepemimpinan Spiritual dalam Dunia Bisnis: The Servant Leadership

Untuk mewujudkan karakter pemimpin yang kompeten dan kredibel, maka seseorang yang ditunjuk atau dipilih menjadi pemimpin harus memiliki fondasi yang baik, utamanya fondasi nilai spiritual. Seorang pemimpin dengan nilai spiritual yang baik menganggap jabatan sebagai amanah.

Robert K. Greenleaf menyuarakan pentingnya dimensi spiritual dalam kepemimpinan lewat bukunya, The Servant as Leader, yang disusunnya demi memberikan sumbangsih bagi terbentuknya kondisi masyarakat yang lebih baik, yakni masyarakat yang lebih peduli.

Menurutnya, yang pertama-tama harus dilakukan seorang pemimpin adalah melayani. Pemimpin yang melayani tidak mengejar citra, tetapi konsisten dan terus-menerus memicu dan memacu anggotanya dalam meningkatkan kompetensi dan potensi anggotanya. Selayaknya pelayan, pemimpin selalu mengutamakan yang dilayani agar terpenuhi kebutuhan anggotanya. Niat atau spirit pemimpin pelayan seperti itu bertentangan dengan nafsu akan kekuasaan yang menjadikan status pemimpin sebagai peluang untuk meraup harta melimpah.

Konkretnya, pemimpin tersebut memahami bahwa setiap warganya memiliki kemampuan, bakat, dan kekuatan yang khas sehingga ia mengambil peran untuk menumbuh-kembangkan rasa percaya diri diantara anggotanya yang masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang khas. Pemimpin itu memfasilitasi, memberi kesempatan demi memaksimalkan potensi dan kemampuan anggotanya.

Keterlibatan unsur spiritual dalam kepemimpinan menjadi fokus dalam model kepemimpinan pelayan. Artinya, semakin pemimpin itu menunjukkan keberimanannya atau spiritualitasnya, semakin jelas pula kepemimpinannya yang melayani (altruis), bukan menguasai (egois).

Kepemimpinan bukan sekadar soal popularitas, kekuasaan, keahlian melakukan pertunjukan, dan kebijaksanaan dalam perencanaan jangka panjang. Dalam bentuk yang paling sederhana, kepemimpinan adalah kesediaan untuk menyelesaikan sesuatu bersama orang lain dan membantu orang lain dalam mencapai suatu tujuan bersama.

Beberapa Catatan Penutup

Kepemimpinan otentik yang mengakomodasi dimensi spiritual dalam wujud pemimpin pelayan jelas memberi manfaat besar dengan spirit kepedulian seorang pemimpin dengan kesediaannya untuk melayani anggota organisasi dalam mencapai tujuan bersama, yakni bonum commune/kemaslahatan.

Oleh karena itu, perlu ditanamkan di kalangan pemimpin tentang aspek spiritual di dalam kepemimpinan sehingga dapat memaknai ungkapan pemimpin pelayan atau leader as servant.

Menghadapi era kenormalan baru, sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk mengajarkan/menanamkan dimensi spiritual dalam kepemimpinan kepada anggotanya. Harapannya, akan tercipta pemimpin masa depan yang otentik dan bukan pencitraan semata. Akhirnya, kiranya perubahan zaman diikuti pula dengan perubahan pola pikir dan sikap mental para pemimpin dalam dunia bisnis. (*)

Related Posts

News Update

Top News