Jakarta – Baru-baru ini, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan salah satu debiturnya yang juga perusahaan batu bara, PT. Titan Infra Energy berseteru mengenai macetnya pembayaran kredit. Adapun kredit tersebut merupakan sindikasi yang terdiri dari Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Trafigura senilai US$450 juta. Jika di Rupiahkan, nilainya bisa mencapai Rp6,7 triliun (kurs Rp14.970,5).
Menanggapi hal ini, Direktur Utama, Darwan Siregar memberikan beberapa pernyataan yang membantah pernyataan Bank Mandiri mengenai kredit macet perusahaannya.
“Selama 2 tahun ini PT Titan Infra Energy terus berupaya mengajukan restrukturisasi dan penjualan asset demi kelancaran pengembalian fasilitas sindikasi. Sayangnya sampai dengan saat ini Kreditur Sindikasi belum memberikan tanggapan positif terkait proposal-proposal restrukturisasi yang diajukan,” jelas Darwan pada keterangan tertulisnya yang dikirimkan ke Redaksi Infobank, 5 Juli 2022
Lalu, Darwan menyebut, pihaknya sudah tiga kali mengajukan proposal restrukturisasi, terakhir pada tanggal 18 Januari 2022. Meskipun demikian hingga kini, Titan Infra Energy belum mendapatkan respon yang jelas dan konkrit sebagaimana proposal restrukturisasi yang diajukan ke Kreditur Sindikasi atau Bank Mandiri.
VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano dalam keterangannya juga menjelaskan bahwa Titan Infra Energy telah berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020. Hal ini dibantah oleh perusahaan.
Darwan menjelaskan, di sepanjang tahun 2021, pihaknya tetap melakukan pembayaran kepada Kreditur Sindikasi sekurangnya US$46,45 juta. Kemudian di semester I 2022, Titan Infra Energy telah melakukan pembayaran sekurangnya US$35,13 juta.
Kemudian mengenai laporan keuangan yang belum diterima Bank Mandiri, Titan Infra Energy menyebut pihaknya terus melakukan kewajibannya untuk membuat laporan keuangan audited setiap tahun. Meskipun demikian sejak 2019 sampai dengan 2021, perusahaan mengungkapkan, laporan keuangan audited belum dapat diterbitkan oleh Ernst & Young karena tidak tersedianya Surat Pernyataan Kreditur Sindikasi yang masih diperlukan auditor.
Bank Mandiri juga mencatat penjualan batu bara oleh Titan Infra Energy mencapai lebih dari US$226 juta di tahun 2020. Angka itu naik mencapai US$281 juta pada tahun 2021.
Sebaliknya, perusahaan menyebut pendapatan sebesar US$226 juta tidak serta merta menunjukan kinerja perusahaan yang membaik dan memberikan keuntungan. Hal ini tidak lepas dari harga lCI / HBA di 2020 dimana nilai ICI-4 terendah menyentuh harga US$22.63 dan HBA menyentuh harga US$49.42, turun 25% dari rata-rata HBA pada periode tahun 2019. Ini berarti harga jual beli batubara lebih rendah daripada harga produksi.
Perseroan juga berupaya menunjukkan itikad baiknya dengan membayar kewajibannya. Hal ini seiring dengan membaiknya harga jual batubara di periode tahun 2021.
Lebih jauh, Titan Infra Energy juga menolak dicap sebagai pengemplang utang dan tidak mau berunding dengan Bank Mandiri. Pelaporan kredit macet perseroan ke Reserse Kriminal Polri dinilai sebagai perbuatan hukum di luar kepatutan dan abuse of power.
Untuk itu, Darwan selaku Direktur Utama meminta agar Bank Mandiri mencabut pernyataan-pernyataan yang dinilai tidak benar. Sehingga, permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat. (*)
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More