Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan meningkatkan kualitas perusahaan-perusahaan yang mau melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan bahwa, peningkatan kualitas emiten yang menawarkan saham melalui IPO perlu dilakukan dengan pendekatan yang bersifat komprehensif.
“Juga melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam proses penawaran umum, termasuk Penjamin Emisi Efek dan Profesi Penunjang Pasar Modal,” ucap Inarno dalam keterangan tertulis, 7 Februari 2025.
Baca juga: IHSG Ambles, Investor Asing Diam-diam Borong 2 Saham Bank BUMN
Kemudian, untuk mendukung hal tersebut, OJK telah menyiapkan beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan ke depannya. Salah satunya mendorong Bursa, Penjamin Emisi Efek serta Profesi Penunjang Pasar Modal untuk memastikan kredibilitas calon emiten melalui penelaahan atau due diligence yang lebih baik.
Lalu, mendorong Penjamin Emisi Efek untuk meningkatkan pengenalan dalam rangka memastikan kredibilitas calon investor dan sumber dana calon investor, terutama calon investor yang memperoleh penjatahan pasti.
Selanjutnya, OJK akan mendukung Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk meningkatkan free float minimum dan lebih berfokus pada emiten dengan kapitalisasi yang besar
Tidak hanya itu, OJK juga akan meningkatkan kualitas due diligence yang dilakukan penjamin emisi efek melalui rancangan POJK terkait Pengendalian Internal dan Perilaku Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.
Di mana, secara garis besar hal itu mengatur lebih detail terkait dengan kewajiban dan tanggung jawab penjamin emisi efek dalam proses penawaran umum.
Adapun, untuk meningkatkan transparansi dan tanggung jawab emiten terkait penggunaan dana pada prospektus, OJK sedang mengkaji perbaikan ketentuan yang mengatur terkait dengan penggunaan dana.
Baca juga: BEI Catat 22 Perusahaan Antre IPO, Mayoritas Beraset Jumbo
Selain itu, OJK juga sedang mengkaji mekanisme lock up saham yang lebih efektif bagi pemegang saham yang terkena kewajiban lock up.
Sebagai informasi, BEI hingga 31 Januari 2025 yang lalu telah membawa delapan perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa, dengan dana yang dihimpun mencapai Rp3,70 triliun.
Pada periode yang sama, BEI pun mencatat ada 18 perusahaan yang saat ini antre di pipeline pencatatan saham, yang mana 17 perusahaan merupakan perusahaan beraset skala besar dan sisanya aset skala menengah. (*)
Editor: Galih Pratama