Jakarta – Di era globalisasi dan perkembangan teknologi, timbul risiko dan permasalahan baru di aspek lingkungan hidup, sosial, teknologi, kesehatan seperti Covid 19, maupun konflik geopolitik seperti di Rusia-Ukraina yang mengganggu rantai pasok global. Risiko dan permasalahan tersebut dapat berdampak signifikan pada sektor keuangan. Oleh karena itu, pemerintah dan swasta perlu berkolaborasi untuk menanggulangi masalah yang timbul serta potensi risiko yang akan dihadapi. Selain itu, adaptasi serta inovasi terhadap suatu proses bisnis menjadi hal yang tidak dapat dihindari.
Dalam rangka melakukan mitigasi risiko dan penguatan tata kelola di era saat ini, dibutuhkan sebuah metode terintegrasi yang dapat menavigasi kerangka 3 lines of defense pada sebuah organisasi. Oleh karena itu, OJK berkomitmen untuk mendorong penerapan governance (tata kelola), risk management (manajemen risiko) dan compliance (kepatuhan) (GRC) secara terintegrasi kepada Sektor Jasa Keuangan (SJK) agar dapat meningkatkan ketahanan, berdaya saing, adaptif, efisien dan berkontribusi optimal terhadap pembangunan ekonomi, serta mampu menyediakan produk dan layanan keuangan yang berorientasi pada konsumen.
“Kami percaya GRC Terintegrasi perlu diterapkan di Sektor Jasa Keuangan (SJK) Indonesia. Karena secara global, SJK menghadapi perkembangan ekonomi digital yang pesat seiring dengan perubahan perilaku konsumen, kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional yang relatif besar, dan volatilitas yang tinggi di pasar keuangan global,” ujar Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena di GRC Summit 2022 “Sailing in the Multiverse of Uncertainty” dikutip 27 Agustus 2022.
Lebih lanjut Sophia menyampaikan bahwa GRC sebagai suatu disiplin ilmu bertujuan untuk mengolaborasikan dan menyinkronkan informasi dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Sebuah proses bisnis akan dipaksa untuk berubah dengan mempertimbangkan adanya kemajuan teknologi dan risiko global yang dihadapi. Seiring dengan meningkatnya perubahan dan kematangan organisasi tersebut, GRC menjadi lebih penting untuk diselaraskan pula dengan perubahan proses bisnis organisasi.
Jika GRC diterapkan dengan menggunakan teknologi secara efektif, akan memungkinkan para pengambil keputusan untuk memprediksi risiko dengan akurasi yang lebih besar, dan memanfaatkan peluang yang penting bagi perkembangan organisasi.
Dalam penerapan GRC di internal organisasi, OJK telah menerapkan metode Combined Assurance dalam kerangka 3 lines of defense. Di mana, metode tersebut mengoptimalkan cara untuk memastikan penerapan GRC di semua lini pertahanan. Pelaksanaan asurans terintegrasi di semua lini menggunakan risiko sebagai basisnya. Dengan demikian, penerapan GRC dapat dipantau dan dievaluasi secara berkesinambungan dan lebih efektif terhadap isu yang signifikan.
Sebagai regulator di sektor jasa keuangan di Indonesia, OJK juga berkomitmen untuk turut andil secara proaktif dalam memperkuat GRC di sektor jasa keuangan dengan mengeluarkan beberapa Peraturan OJK (POJK) terkait baik di bidang Perbankan, Pasar Modal maupun Industri Keuangan Non-bank yang akan terus disesuaikan memperhatikan perkembangan GRC terkini. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More