Moneter dan Fiskal

Tiga Risiko Jika Indonesia Tak Terapkan Ekonomi Hijau

Bali – Bank Indonesia (BI) memberi perhatian besar terhadap pengembangan ekonomi hijau dan pembiayaan berkelanjutan. Kebijakan dan upaya menuju ekonomi hijau tidak bisa lagi ditunda, karena memberikan dampak sangat besar terhadap ekonomi dan keuangan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung memaparkan, selama ini pertumbuhan ekonomi kerap kali dicapai tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Dan masyarakat bawah cenderung menjadi pihak yang paling rentan mengalami kerugian akibat degradasi lingkungan. Sebut saja polusi udara, banjir, kekeringan, dan hilangnya akses menuju sumber daya produksi.

“Bila kita kuantifikasi biaya akibat cuaca ekstrim bisa mencapai 40% dari total PDB Indonesia di 2050. Jadi ini sangat signifikan. Namun bila kita melakukan mitigasi-mitigasi, sesuai dengan komitmen kita dalam Paris Agreement, biaya tersebut bisa berkurang menjadi 4% dari PDB,” jelas Juda dalam Seminar On Scaling Up Green Finance In Indonesia, Side Event FMCBG G20 di Nusa Dua, Bali, Jum’at, 15 Juli 2022.

Ia mengungkapkan, ada 3 risiko yang akan dihadapi bila tidak menerapkan ekonomi hijau. Pertama, hilangnya kesempatan ekspor karena adanya hambatan ekspor terhadap produk-produk yang tidak memenuhi standar “green”. Kedua, investasi industri rendah karbon, seperti mobil listrik bisa berpindah ke negara lain yang telah memiliki kebijakan jelas terkait industri rendah karbon.

Ketiga, akses terhadap funding dari industri keuangan global akan semakin terbatas. Investor saat ini mempunyai preferensi untuk menginvetasikan dananya di sektor green economy semakin besar, sehingga mereka lebih memprioritaskan investasi di sektor-sektor ekonomi hijau.

“Kami di BI mengapa turut memberikan perhatian besar pada isu ini, karena memang dampaknya ke stabilitas moneter cukup besar. Kalau ekspor turun, tentu dampaknya kepada current account atau transaksi berjalan. Kemudian juga pada akses keuangan global. Jadi ini berdampak pada stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan,” ujarnya.

Indonesia, kata Juda, mempunyai potensi ekonomi hijau yang sangat besar. Potensi besar inilah yang perlu dioptimalkan sebagai motor pertumbuhan ekonomi, membuka peluang bisnis dan lapangan kerja baru. Dengan karunia yang begitu besar di sektor ekonomi hijau, maka tugas selanjutnya adalah bagaimana bersama-sama menggerakan sektor riil dan industri keuangan di area sektor ekonomi hijau. (*) Ari Astriawan

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Optimis Capai Ekonomi 8 Persen, Pemerintah Lakukan Strategi Ini

Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More

1 hour ago

Tinggal Tap, QRIS NFC Bakal Meluncur di Kuartal I-2024

Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More

2 hours ago

Diduga Kena Serangan Ransomware, BRI Pastikan Data dan Dana Nasabah Aman

Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More

3 hours ago

IIF Dukung Proyek SPAM di Sumatra

Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menjalin kolaborasi strategis dengan menyalurkan pembiayaan sebesar Rp327,3… Read More

3 hours ago

Emiten Ritel MR.DIY Bidik Pembukaan 1.000 Toko Baru Tahun Depan

Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More

4 hours ago

IHSG Sesi I Ditutup Merah ke Level 6.991, Ini Biang Keroknya

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More

4 hours ago