News Update

Tiga Agenda Besar Untuk Hadapi Era Digital

Jakarta – Di era digital seperti sekarang ini, paling tidak ada tiga agenda besar yang harus dilakukan negara agar maju dan bisa bersaing. Selain kemajuan teknologi dan sains, era globalisasi juga menuntut pemerintahan yang inklusif dan identitas.

Demikian disampaikan Komaruddin Hidayat, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam acara Infobank 8th Digital Brand Awards 2019 di Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019. Komaruddin mengutip ketiga agenda tersebut dari sebuah buku karangan Noah Hariri.

“Di buku tersebut disebutkan, pertama adalah kemajuan sains dan teknologi. Negara yang teknologi dan sainsnya tidak berkembang akan kalah bersaing. Revolusi digital sudah mengubah semua pola. Baik pola bisnis maupun pola interaksi,” jelasnya.

Bahkan, lanjut Kommaruddin, dalam buku Surveilance Capitalism digambarkan bahwa manusia sekarang hidup dalam fasisme teknologi. Maka itu pendidikan high technology mutlak dibutuhkan.

Agenda kedua adalah bagaimana membangun birokrasi pemerintahan yang inklusif. Pemerintahan yang mampu melindungi dan melayani masyarakatnya.

“Kalau tidak bisa membentuk pemerintah yang inklusif, negara bisa gagal. Contohnya Syuriah, Venezuela, dan Yunani,” imbuhnya.

Selanjutnya yang ketiga adalah Identity. Hal ini sangat penting. Ketika terjadi globalisasi, bobohnya batas-batas negara. Identitas dibutuhkan. Komaruddin mengibaratkan bahwa orang yang kalah akan merasa insecure. Maka dia butuh rumah baru. Biasanya didasarkan pada identitas agar merasa nyaman.

Di Indonesia, sekarang identitas ini banyak dimainkan politisi.
Dulu Orba identik dengan Presiden Soeharto, sekarang kekuasaan beralih ke masyarakat lewat parpol. Siapapun presidennya rentan didikte oleh parpol.
Dan sayangnya parpol tidak punya akar ke bawah dan konsep ke atas. Hasilnya dia mereproduksi apa yang ada sebelumnya, seperti korupsi dan lain-lain.

Saat ini identitas yang masih laku agama. Agama dan mobilitas politik nampak sekali.

“Ketika bangsa teknologinya tidak maju, pemerintahan lemah. Dan identitas menonjol. Ini menambah beban. Kita menjadi low trust society. Maka harus perkuat ekonomi dan berharap ke depan isu agama tidak laku lagi. Tapi lebih mengedepankan visi dan kompentensi, ” pungkas Komaruddin. (*) Ari A

Suheriadi

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

6 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

6 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

8 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

8 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

10 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

10 hours ago