News Update

Tidak Hanya Berkinerja Kinclong, IPC Menuju Digital Port Berkelas Dunia

Jakarta – PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC punya komitmen besar untuk mendukung program pemerintah, guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Keseriussan manajemen terlihat dari meningkatnya pelayanan kepada pengguna jasa melalui perbaikan infrastruktur dan suprastruktur serta digitalisasi pelabuhan.

Hal itu berbuah manis pada 2018, dimana IPC mencatat peningkatan laba bersih sebesar Rp2,43 triliun dari Rp2,21 triliun di tahun sebelumnya. Sementara pendapatan usaha meningkat sebesar Rp11,44 triliun dari Rp10,65 triliun di tahun sebelumnya. Angka EBITDA meningkat sebesar Rp4,17 triliun dari Rp4,03 triliun di tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, total aset meningkat sebesar Rp51,43 triliun dari Rp47,22 triliun.

Senada dengan kinerja keuangan di tahun 2018, kinerja operasional IPC juga mengalami peningkatan. IPC mencatatkan throughput peti kemas sebesar 7,64 juta TEUs yang menjadi salah satu pencapaian tertinggi aktivitas IPC dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.

Arus peti kemas ini meningkat 10,24% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,92 juta TEUs. Arus nonpeti kemas pada 2018 sebesar 61,97 juta ton atau meningkat 8,55% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 57,09 juta ton.

Arus kapal di tahun 2018 sebesar 224,3 juta GT atau meningkat 10,95% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 202,15 juta GT. Arus penumpang di tahun 2018 sebesar 714,93 ribu orang atau meningkat 39,25% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 612,68 ribu orang.

IPC sekarang telah melakukan transformasi radical change pola operasional dari yang sebelumnya masih manual.

“Digital bukan hanya dalam konteks pelayanan di terminal, tapi melingkupi seluruh kegiatan pelabuhan secara koorporasi, baik dari sisi laut maupun darat,” kata Direktur Utama IPC Elvyn G Masassya.

Ia menjelaskan, di sisi laut, IPC juga menyiapkan Marine Operation System (MOS), Vessel Management System (VMS), dan Vessel Traffic System (VTS). Sistem digital ini berfungsi memonitor dan memantau pergerakan kapal sejak mereka berangkat dari pelabuhan awal sampai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok.

Di sisi darat, IPC telah memiliki Terminal Operating System (TOS) dan Non Peti Kemas Terminal Operating System (NPKTOS) serta Auto Tally untuk perhitungan kontainer. Selain itu, IPC juga menyiapkan Container Freight Station (CFS), Buffer Area, DO Online, Auto Gate, Car Terminal Operating System, Reception Facility, serta Truck Identification untuk mengidentifikasi pengemudi dan tujuan pengiriman barang dari seluruh armada pengangkut barang yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok.

“Standardisasi pelayanan berbasis digital di sisi darat dan laut diimplementasikan dan dioptimalkan secara menyeluruh mulai saat barang dikirimkan ke pelabuhan sampai kemudahan pembayaran serta tracking dan tracing barang,” tambah Elvyn.

Sementara itu di sisi keuangan, IPC melakukan transformasi yang signifikan. Saat ini seluruh transaksi di pelabuhan berbasis elektronik  Cashless Payment System.

Dampaknya terjadi peningkatan kualitas pelayanan menjadi lebih cepat, lebih terdata, lebih transparan dan lebih akurat. Produktivitas meningkat, revenue koorporasi meningkat karena semua tercatat dengan baik. Ini merupakan cikal bakal IPC yang ingin menjadi pelabuhan Digital Port berkelas dunia.

IPC akan bertransformasi dari Terminal Operator menjadi Trade Corridors. Transforming From Infrastructure Player into Ecosystem Player. Kelak  IPC akan berperan sebagai trade facilitator dan lebih jauh lagi menjadi trade accelerator.

“Dengan konsep ini IPC tidak hanya akan melayani bongkar muat barang tapi juga mendorong perdagangan melalui ekosistem,” papar Elvyn.

Lebih jauh terang Elvyn, pada 2019, IPC berada pada fase Sustainable Superior Performance (Performance yang Berkelanjutan) dengan 3 (tiga) fokus utama. Yaitu, growth strategybaik secara organic maupun nonorganic, national connectivity artinya bagaimana IPC terus membangun proyek-proyek strategis, dan global expansion program.

Melalui organic growth strategy, IPC akan terus kembangkan kapasitas internal, bagaimana produktivitas bisa lebih tinggi, layanan bisa lebih cepat, ongkos/biaya-biaya bisa lebih kompetitif. Tujuannya adalah agar pelayanan pelabuhan bisa lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah. Ini dalam rangka mendukung program pemerintah menurunkan biaya logistik.

Sementara itu, nonorganic growth merupakan keinginan IPC untuk mengambil alih pengelolaan pelabuhan UPT. Sehingga, IPC bisa lebih bertumbuh dan pelabuhan-pelabuhan itu bisa lebih optimal pengelolaannya.

Fokus lain di tahun ini adalah national connectivity, IPC akan terus membangun proyek-proyek strategis. IPC akan bangun pelabuhan untuk peti kemas, nonpeti kemas, curah cair, curah kering, dan sebagainya yang akan dilengkapi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Ini adalah dalam rangka meningkatkan konektivitas antarpulau di Indonesia dari Barat sampai Timur.

Juga, di era sustainablity ini, IPC ingin menjalankan global expansion. Melalui strategi ini IPC memulai mengembangkan sayap dengan menjajaki potensi kerja sama, IPC menjadi operator pelabuhan di negara-negara lain seperti Filipina, Vietnam, Bangladesh, dan sebagainya yang rencananya akan dilakukan melalui anak-anak perusahaan IPC.

Sekedar informasi, sepanjang 2018, IPC telah melayani direct call ke 4 benua, yakni Inter Asia, Amerika, Eropa, dan Australia. Direct call telah berkontribusi dalam penghematan biaya logistik sebesar 40% lebih murah dari transhipment via Singapura. Selain itu, layanan ini juga menghemat waktu pengiriman barang dari 31 hari menjadi 21 hari.

Maritim jelasnya adalah masa depan Indonesia dan masa depan harus dirancang. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan 3 aspek kunci mengembangkan dan mengeksplore potensi maritim yang disebut dengan trilogy maritime (integrated port network).

Pertama, pengembangan pelabuhan di berbagai daerah di Indonesia untuk membuka konektivitas agar memiliki standar dan kualitas pelayanan. Kedua, pengembangan transportasi pelayaran yang selama ini didominasi oleh kapal-kapal asing. Terakhir, pengembangan area industri yang linked dengan pelabuhan. Apabila tiga hal ini bisa dilaksanakan dan semua policy maker sepakat dengan ini, Indonesia akan menjadi negara maritim besar di dunia. (*)

Apriyani

Recent Posts

Naik 4 Persen, Prudential Indonesia Bayar Klaim Rp13,6 Triliun per Kuartal III-2024

Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More

1 hour ago

Kebebasan Finansial di Usia Muda: Tantangan dan Strategi bagi Gen-Z

Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More

2 hours ago

BPS Catat IPM Indonesia di 2024 Naik jadi 75,08, Umur Harapan Hidup Bertambah

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 75,08 atau dalam… Read More

2 hours ago

Caturkarda Depo Bangunan (DEPO) Raih Penjualan Rp2,02 Triliun di Kuartal III-2024

Jakarta - PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk (DEPO) hari ini mengadakan paparan publik terkait kinerja… Read More

3 hours ago

Utang Luar Negeri RI Naik di Triwulan III 2024, Tembus Rp6.797 Triliun

Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat… Read More

3 hours ago

Wamenkop Ferry: Koperasi Susu Boyolali Harus jadi Pelaku Industri Pengolahan

Jakarta - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono turun tangan mengatasi kisruh yang membelit Koperasi Produksi Susu… Read More

3 hours ago