Jakarta – The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan menahan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) di level 5% – 5,25% dalam Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) pada Juni 2023.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman mengatakan, kondisi ini adalah jeda pertama dalam kampanye pengetatan setelah sepuluh kenaikan berturut-turut yang mengangkat FFR ke level tertinggi sejak September 2007. Sejak awal 2022 lalu, The Fed telah menaikkan FFR sebesar 500 bps. Namun, perlu waktu untuk merealisasikan efeknya dari pengetatan moneter, terutama pada inflasi.
“Mengingat seberapa jauh The Fed telah melakukan pengetatan kebijakan, ketidakpastian yang memengaruhi kebijakan moneter terhadap perekonomian, dan potensi hambatan dari pengetatan kredit, The Fed memutuskan untuk mempertahankan kisaran target FFR dan melanjutkan proses pengurangan kepemilikan sekuritas secara signifikan,” kata Faisal dalam keterangan tertulis, Kamis 15 Juni 2023.
Baca juga: Pasar Keuangan Fluktuatif, 4 Risiko Ini jadi Perhatian Bahana TCW
Selain itu, The Fed mengisyaratkan bahwa akan kembali menaikan suku bunganya pada akhir tahun 2023.
“Tetapi mengingat seberapa jauh dan seberapa cepat Fed telah bergerak, adalah bijaksana untuk mempertahankan kisaran target stabil untuk memungkinkan Fed menilai informasi tambahan dan implikasinya terhadap kebijakan moneter,” ujar Faisal.
Di sisi lain, Bank Mandiri konsisten memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan BI-7DRRR sebesar 5,75% untuk sisa tahun 2023.
“Namun penting bagi BI untuk tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global yang terus diwarnai ketidakpastian yang signifikan,” ungkapnya.
Menurutnya, dilihat dari sisi ekternal, The Fed terus mempertahankan lintasan pengetatan kebijakan moneter yang sedang berlangsung sepanjang tahun 2023, meskipun ada pelonggaran tingkat inflasi dan peningkatan pengangguran.
“Ini bertujuan memastikan penurunan tingkat inflasi yang berkelanjutan. Pada Mei 2023, inflasi IHK AS turun menjadi 4,0% yoy, menandai level terendah sejak Maret 2021,” ujarnya.
Dari sisi domestik, tingkat inflasi Indonesia turun ke level terendah sebesar 4,00% yoy pada Mei 2023. Ini adalah pertama kalinya sejak Mei 2022 tingkat inflasi turun dalam kisaran atas kisaran target Bank Indonesia 2% – 4%, setelah sebelas bulan di atas kisaran target. Inflasi diprediksi akan terus mereda dan bergerak dalam kisaran sasaran ke depan.
Baca juga: Menkeu Imbau Pelaku Usaha Bersiap Hadapi Geopolitik
Selain itu, pasar obligasi maupun saham Indonesia terus mencatat net inflow. Meski menyempit, neraca perdagangan Indonesia tetap mempertahankan surplus. Faktor-faktor ini memberikan dukungan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kami mengamati bahwa BI akan berhati-hati dalam menanggapi pandangan terbaru Fed. Dampak transmisi FFR terhadap Indonesia akan semakin nyata melalui imbal hasil obligasi pemerintah. Jika imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun terus menurun dan mendekati angka 6%, kami pikir BI tidak perlu menaikkan BI-7DRRR. Selain itu, jika tingkat inflasi tetap terkendali dengan baik dalam kisaran target dari Juni – Desember 2023, akan ada ruang terbatas untuk kenaikan,” jelas Faisal. (*)
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More
Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More
Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (22/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Rupiah berpeluang masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat ketegangan geopolitik Ukraina dan Rusia… Read More