Jakarta – Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 5,00% – 5,25% dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada Mei 2023.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, sejak awal tahun lalu, The Fed telah menaikkan FFR sebesar total 500 bps untuk mencapai stance kebijakan moneter yang cukup restriktif untuk mengembalikan inflasi ke 2% dari waktu ke waktu.
“The Fed menjelaskan bahwa mereka melihat efek pengetatan kebijakan terhadap permintaan di sektor ekonomi yang paling sensitif terhadap suku bunga, terutama perumahan dan investasi. Namun, perlu waktu untuk merealisasikan efek penuh dari pengekangan moneter, terutama pada inflasi,” jelas Faisal, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 Mei 2023.
Baca juga: Kenaikan Bunga The Fed Berdampak Negatif ke Pasar Kripto
Di sisi lain, Bank Mandiri tetap konsisten memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan BI-7DRRR sebesar 5,75% untuk sisa tahun 2023, meski dengan adanya kenaikan FFR.
Menurut Faisal, dilihat dari sisi eksternal, indikasi bahwa The Fed akan mengakhiri kampanye kenaikan suku bunganya tahun ini telah terlihat jelas. Meskipun masih jauh di atas target 2%, inflasi IHK terus berada dalam tren menurun.
“Selain itu, kami meyakini The Fed akan terlebih dahulu mengkaji dampak kenaikan agresif FFR sejak tahun lalu terhadap kondisi sektor riil ekonomi AS, termasuk inflasi dan tingkat pengangguran, sebelum mempertimbangkan penurunan suku bunga,” katanya.
Hal ini dikarenakan adanya lag transmisi suku bunga acuan terhadap suku bunga pasar, termasuk di sektor riil.
“Oleh karena itu, kami melihat bahwa The Fed kemungkinan besar akan menahan FFR setelah mencapai puncaknya di 5,25% hingga akhir tahun 2023, sebelum memberikan sinyal untuk mulai memangkas FFR,” ungkap Faisal.
Namun, tambahnya, tekanan dari pasar terkait peluang pemangkasan FFR pada paruh kedua 2023 semakin meningkat seiring dengan berlanjutnya tekanan perbankan AS menyusul kolapsnya First Republic Bank
Dari sisi domestik, tingkat inflasi turun menjadi 4,33% yoy pada April 2023, dan diperkirakan inflasi akan terus mereda ke depan dan dapat mencapai kisaran target 2% – 4% pada akhir paruh pertama tahun 2023, lebih awal dari perkirakan sebelumnya.
Namun, surplus perdagangan terutama menyusut pada Maret 2023 menjadi USD2,91 miliar, terkecil sejak Mei 2022, karena kinerja ekspor yang lemah menyusul pertumbuhan ekonomi global yang lesu.
Baca juga: Gagal Bayar Utang AS, Berdampak ke Pasar Keuangan RI?
Selain itu, perlu diwaspadai untuk pasar saham maupun obligasi dalam net outflow pada Mei 2023 di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga memberikan risiko terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah.
“Secara keseluruhan, kami tetap mengharapkan BI mempertahankan BI-7DRRR sebesar 5,75% untuk sisa tahun 2023 dengan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh ketidakpastian,” pungkas Faisal. (*)
Editor: Galih Pratama
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More