Ilustrasi papan layar pergerakan saham IHSG. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memperkiran bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed masih menghadapi kondisi yang sulit untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR).
Chief Investment Officer, Equity Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Samuel Kesuma mengatakan AS saat ini masih menghadapi tekanan kenaikan inflasi imbas dari tarif. Namun, di sisi lain sektor tenaga kerja tecatat melemah, yang seharusnya “diobati” dengan penurunan suku bunga.
“Namun diperkirakan dalam waktu dekat ini, pengambilan kebijakan akan lebih berfokus untuk merespons pelemahan sektor tenaga kerja,” ucap Samuel dalam risetnya dikutip, 15 September 2025.
Baca juga: Rupiah Dibuka Melemah Seiring Investor Wait and See Kebijakan The Fed
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa, median konsensus Bloomberg memperkirakan FFR dapat turun ke level 3,25 persen hingga akhir 2026 dan penurunan terdekat mungkin terjadi di September.
Menurut Samuel, jika suku bunga acuan The Fed mengalami penurunan, maka dapat memberikan katalis positif pada pasar Asia. Ini dikarenakan penurunan FFR akan diikuti dengan iklim pelemahan USD dan penurunan imbal hasil UST.
Secara historis periode pelemahan USD bersinggungan dengan meningkatnya aliran dana ke negara berkembang dan kinerja pasar saham Asia yang unggul.
Di kawasan Asia sendiri, tingkat suku bunga juga berada dalam tren penurunan. Ini terlihat dari konsensus pasar masih memperkirakan penurunan suku bunga terjadi di Korea Selatan, Indonesia, India, Thailand, dan Filipina untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Menguatnya arus dana asing, pelemahan USD, ditambah pelonggaran moneter di Asia dan negara berkembang sendiri tentu merupakan gabungan kondisi yang kondusif untuk pasar saham,” imbuhnya.
Adapun, di tengah kondisi dan tren di atas, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang sangat pro pertumbuhan tentu diharapkan dapat menjadi katalis bagi ekonomi ke depannya.
Baca juga: Ekonom Bank Mandiri Proyeksi Suku Bunga The Fed Turun Jadi 4 Persen di Akhir 2025
Hingga saat ini momentum pertumbuhan ekonomi domestik yang tertekan menjadi faktor yang membayangi kinerja emiten dan pasar saham.
Namun, potensi transmisi kebijakan pro-pertumbuhan dari bank sentral dan pemerintah diharapkan semakin berdampak ke sektor riil, menjadi katalis bagi ekonomi dan kinerja emiten.
Secara historis, siklus turunnya suku bunga merupakan periode yang suportif bagi pasar saham Indonesia, sehingga sinyal perbaikan ekonomi domestik menjadi faktor krusial untuk memulihkan keyakinan investor terhadap pasar saham. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Bank Mandiri membagikan dividen interim sebesar Rp9,3 triliun atau Rp100 per saham, sesuai… Read More
Poin Penting Jumlah investor pasar modal tembus 20 juta SID, naik 34,8 persen dibanding akhir… Read More
Poin Penting Emas Galeri24 dan UBS yang diperdagangkan di Pegadaian kembali menguat pada Jumat, 19… Read More
Poin Penting IHSG dibuka menguat 0,56 persen ke level 8.666,65, dengan mayoritas saham menguat meski… Read More
Poin Penting Rupiah menguat tipis pada pembukaan perdagangan Jumat (19/12/2025) ke level Rp16.714 per dolar… Read More
Poin Penting CGS International Sekuritas memprediksi IHSG hari ini (19/12) bergerak bervariasi dengan kecenderungan menguat,… Read More