Jakarta – Harga Bitcoin anjlok menjadi sekitar USD57.000 sekoinnya pada Kamis (4/7), menyentuh level terendah dalam dua bulan terakhir setelah bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve (The Fed) merilis laporan pertemuan bulan Juni yang mengindikasikan The Fed belum siap untuk memangkas kenaikan suku bunga.
Pada sekitar pukul 2.30 p.m. waktu London, mata uang digital itu turun sekitar 5 persen dalam 24 jam menjadi USD56.837, turun ke bawah level USD57.000, pertama kali terjadi sejak 1 Mei, menurut data dari situs peringkat kripto, CoinGecko, sebagaimana dikutip CNBC, Kamis (4/7).
Sejak itu, bitcoin telah mengurangi kerugiannya, dan diperdagangkan di level USD57.932,57, turun 3,4 persen pada pukul 5:05 p.m. waktu London. Sementara itu, pesaingnya, Ethereum, cryptocurrency terbesar kedua di dunia, anjlok 5 persen ke level USD3.120.
Itu semua terjadi setelah The Fed pada Rabu merilis laporan pertemuan bulan Juni yang menunjukkan para pejabat The Fed segan untuk memangkas suku bunga hingga data tambahan memperlihatkan inflasi kembali stabil ke target The Fed di level 2 persen.
Baca juga: Deretan Sentimen Ini Bakal Pengaruhi Harga Bitcoin Sepekan, Simak!
Suku bunga yang lebih tinggi umumnya kurang disukai untuk bitcoin dan mata uang kripto lainnya, karena hal itu mengurangi selera risiko investor.
Bitcoin mencapai puncak tertinggi (all-time high) di atas USD73.700 di bulan Maret tahun ini setelah Komisi Sekuritas dan Nilai Tukar menyetujui pendanaan penukaran dan perdagangan bitcoin pertama di AS atau yang biasa disingkat ETF (exchange-traded fund).
ETF memungkinkan investor membeli produk yang melacak harga bitcoin tanpa memiliki mata uang kripto yang mendasarinya. Para pendukung kripto mengatakan hal ini telah membantu melegitimasi kelas aset dan memudahkan investor institusi yang lebih besar untuk terlibat. Namun, sejak itu, bitcoin telah diperdagangkan dalam kisaran antara USD59.000 dan USD72.000.
Baru-baru ini, mata uang kripto terbesar di dunia ini tertekan oleh berita runtuhnya bursa bitcoin Mt. Gox yang menyiapkan distribusi koin senilai sekitar USD9 miliar kepada pengguna, yang diperkirakan akan mengarah pada beberapa aksi penjualan yang signifikan.
Baca juga: The Fed Kembali Tahan Suku Bunga, Isyaratkan Hanya Pangkas Satu Kali Tahun Ini
Namun, analis di perusahaan riset dan data kripto CCData mengatakan dalam laporan penelitian pada hari Selasa bahwa bitcoin belum mencapai puncak siklus apresiasinya saat ini dan kemungkinan akan mencapai titik tertinggi baru sepanjang masa.
“Selain itu, kami telah mengamati penurunan aktivitas perdagangan di bursa terpusat selama hampir dua bulan setelah peristiwa halving pada siklus sebelumnya, yang tampaknya mencerminkan siklus ini. Hal ini menunjukkan bahwa siklus saat ini dapat meluas hingga tahun 2025,” kata para analis di perusahaan riset dan data kripto, CCData, pada Selasa, sebagaimana dikutip dari CNBC.
“Jika saya berinvestasi dalam kripto, mengetahui bahwa salah satu hambatan terbesar akan hilang pada bulan Juli, saya pikir itu adalah alasan untuk memperkirakan rebound yang cukup tajam di paruh kedua,” ujar Tom Lee, pendiri dan kepala penelitian Fundstrat Global Advisors dalam wawancara TV. (*) Steven Widjaja
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More