Expertise

The Art of Restructuring

Oleh Elia Massa Manik, The Leader’s Code

INFOBANK Pictures baru saja meluncurkan film dokumenter Robby Djohan: The Story of A Legendary Banker. Documentary yang disutradarai dan diproduseri kawan saya, Karnoto Mohamad dan Eko B. Supriyanto, ini sangat menarik. Documentary ini menceritakan perjalanan kepemimpinan Robby Djohan, seorang bankir legendaris yang pertama kali menanamkan nilai-nilai profesionalitas dan integritas di perbankan Tanah Air, serta mengajarkan tentang pentingnya seorang bankir menjaga kehormatan.

Selain kepiawaiannya mencetak para pemimpin, Robby Djohan dikenal sebagai a corporate leader yang jago menyelesaikan krisis mahaberat di perusahaan.

Ketika industri perbankan porak-poranda dihajar krisis moneter 1997-1998, bisa dikatakan Robby Djohan bersama orang-orang andalannya yang menyelamatkannya. Saat itu, industri perbankan berada di bawah kendali Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Misalnya, Glenn M.S. Yusuf, yang menjadi Kepala BPPN periode Juni 1998-Januari 2000, adalah salah satu didikan Robby Djohan waktu di Bank Niaga. Kepala BPPN periode November 2000-Juni 2021 adalah Edwin Gerungan, sahabat Robby di Citibank.   

Robby Djohan sendiri ditunjuk untuk memimpin megamerger empat bank yang semuanya dalam kondisi insolvent. Ketika bersedia menerima tugas tersebut, Robby meminta kewenangan penuh untuk menentukan sendiri timnya. Dia menyusun tim yang terdiri atas orang-orang pilihannya yang memiliki kemampuan, integritas, track record, dan motivasi tinggi, di antaranya Agus Martowardojo, Peter B. Stok, Agam Napitupulu, dan Sigit Pramono. Berkat dukungan orang-orang terbaik, Robby Djohan pun berhasil memimpin megamerger Bank Mandiri.  

Baca juga: Mengenang Bankir Legendaris Robby Djohan di Film The Story of a Legendary Banker

Memang, pemerintah telah mengeluarkan uang yang sangat besar untuk menyelamatkan industri perbankan, termasuk obligasi rekap yang membuat neraca perbankan menjadi sehat, kendati pemerintah harus membayar bunganya. Namun, restrukturisasi bank-bank yang menjadi pasien BPPN saat itu belum tentu membuahkan hasil tanpa peran kepemimpinan yang kuat seperti Robby Djohan bersama timnya yang diisi bankir-bankir profesional pilihan.   

Jadi, modal utama restrukturisasi adalah leadership karena banyak berkaitan dengan manusia. Bila faktor manusia ini tidak dikelola dengan baik oleh seorang pemimpin, maka berpotensi menimbulkan kegaduhan yang bisa memunculkan pertanyaan dari stakeholders, apakah restrukturisasi akan berhasil atau tidak. Padahal, kepercayaan stakeholders adalah faktor terpenting bagi keberhasilan restrukturisasi. 

Berdasarkan pengalaman saya sepanjang membenahi sejumlah perusahaan bermasalah, saya pun menemukan bahwa faktor manusia menjadi penyebab pertama yang membuat sebuah perusahaan terpuruk. Karena itu, saya pun menjadikan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama dalam proses pembenahan.

Ketika ditugaskan memimpin restrukturisasi atau turnaround di beberapa perusahaan, seperti Elnusa dan PTPN 3, saya terjun langsung memilih orang agar organisasi bisa diisi orang-orang terbaik di bidangnya, baik direkrut dari dalam maupun luar perusahaan. 

Para pemimpin bisnis yang memiliki pengalaman dalam restrukturisasi tentu sependapat bahwa 80 persen restrukturisasi adalah restrukturisasi manusia, perubahan kultur, dan mindset. Restructuring membutuhkan perubahan organisasi, baik melalui retrenchment, rotasi, promosi, terkadang merekrut talent baru, dan bila perlu melakukan perubahan business model atau cara-cara yang baru.

Restrukturisasi nonfinansial inilah yang menjadi pekerjaan tersulit, seperti dikatakan Toto Wolff, CEO Mercedes AMG Petronas F1 Team, “A restructuring of an organisation is always a difficult time and delicate.”   

Karena penuh kesulitan tersebut, tingkat kegagalan restrukturisasi maupun transformasi adalah 70-80 persen. Kegagalan itu disebabkan karena restrukturisasi hanya menyentuh aspek finansial dan menghindari restrukturisasi budaya yang very stressful job, membutuhkan speed dalam mengambil keputusan yang tidak populer, berpotensi menimbulkan perlawanan, dan menghadapi orang-orang yang tidak menghargai.

Padahal, the art of restructuring adalah keberanian menghadapi kenyataan tersebut. Seperti dikatakan Bear Bryant, coach sekolah bola di Amerika Serikat, “In a crisis, don’t hide behind anything or anybody. They’re going to find you anyway.” (*)

Galih Pratama

Recent Posts

Joseph Chan Fook Onn Mundur dari Kursi Direktur Bank OCBC NISP

Jakarta - PT Bank OCBC NISP Tbk mengumumkan pengunduran diri salah satu direkturnya, yakni Joseph… Read More

4 hours ago

Transaksi Cashless Bank Mega Syariah Naik Selama Libur Akhir Tahun 2024

Jakarta – Bank Mega Syariah mencatatkan peningkatan transaksi cashless selama periode liburan akhir tahun 2024. Peningkatan ini terlihat… Read More

11 hours ago

Dorong Investasi Asing, Bank Mandiri Promosikan Sektor IT ke Investor Hongkong

Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat daya saing Indonesia dengan mendorong investasi langsung (direct investment)… Read More

14 hours ago

Hapus Kredit Macet UMKM Dikhawatirkan Moral Hazard, Begini Kata Menko Airlangga

Jakarta – Pemerintah mulai mengeksekusi kebijakan penghapusan tagih piutang bagi nasabah UMKM. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan… Read More

15 hours ago

Pagar Laut di Tangerang Persulit Nelayan Cari Ikan, DPR: Usut Pihak Bertanggung Jawab!

Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Riyono, menyoroti polemik mengenai pagar laut yang terbuat… Read More

16 hours ago

Usia Muda Terbelenggu Utang, Rata-rata Pinjamannya Tembus Rp9 Juta

Jakarta – Kemudahan berutang secara daring rupanya membuat kelompok generasi milenial terjerat belenggu hutang. Rerata pinjamannya… Read More

16 hours ago