Jakarta – Nikel menjadi komoditas yang banyak diperbincangkan tahun-tahun terakhir. Tren kendaraan listrik yang terus meningkat ikut mengerek popularitas nikel. Di Indonesia, negeri penghasil nikel terbesar di dunia, komoditas ini juga memancing pro dan kontra. Di satu sisi, nikel tentu membawa potensi ekonomi luar biasa.
Di lain sisi, pertambangan nikel yang masif bisa membawa dampak buruk bagi lingkungan dan sosial. Maka proteksi terhadap lingkungan dan masyarakat harus juga menjadi fokus bagi perusahaan tambang.
Dilema itulah yang disoroti non goverment organization (NGO) lingkungan hidup, Perkumpulan Telapak. Menggandeng Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan sejumlah NGO lain, seperti JATAM dan Auriga Nusantara, Perkumpulan Telapak menggelar talkshow bertajuk “Nikel Indonesia : Peluang atau Petaka? di Jakarta, Rabu, 28 Februari 2024.
Baca juga: Media Asing Soroti Perusahaan Tambang Nikel di Indonesia, Ada Apa?
Perkumpulan Telapak menyoroti peran penting nikel dalam lanskap sosio-ekonomi Indonesia dan potensi dampak buruknya terhadap lingkungan jika tidak ditanggulangi.
Perkumpulan Telapak juga mengundang WALHI sebagai narasumber talkshow, dan dihadiri NGO lain seperti JATAM dan Auriga Nusantara, mahasiswa, dan media.
“Kami percaya bahwa pemahaman komprehensif mengenai industri nikel sangat penting. Acara inimenyampaikan fakta di lapangan, di mana PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) sudah punya upaya bagus menjaga lingkungandan memberdayakan masyarakat. Tidak ada pembuangan limbah ke laut, beberapa kelompokmasyarakat desa juga sudah dilibatkan dalam aktivitas ekonomi, sekarang tinggal ditingkatkan dandiperluas upaya bagusnya,” terang Muhammad Djufryhard, Coordinator Media Site Visit Telapak.
Perkumpulan Telapak juga memutarkan video dokumenter kunjungan mereka ke lokasi pertambangan nikel di Pulau Obi, khususnya ke PT TBP yang terafiliasi dengan Harita Nickel. Video dokumenter itu berisikan realitas operasional penambangan nikel oleh TBP. Perkumpulan Telapak sebenarnya sudah bersurat ke 5 perusahaan nikel di wilayah tersebut, namun hanya TBP yang merespons dan menerima kunjungan.
Menurut Djufryhard, hasil studi sosial komperehensif terhadap aktivitas TBP di pertambangan nikel tidak seperti persepsi negatif yang kerap digaungkan sejumlah pihak. Perkumpulan Telapak menilai, TBP sudah beroperasi sesuai dengan izin industri dan taat peraturan.
Baca juga: Gara-Gara Hilirisasi, Ekspor Nikel RI Ke Tiongkok Melonjak
Meski begitu, Perkumpulan Telapak juga memberikan sejumlah rekomendasi dan masukan agar TBP bisa menekan risiko kerusakan lingkungan dari industri pertambangan nikel di Pulau Obi.
Sementara, Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI mengungkapkan, hingga saat ini ada total 19 izin pertambangan di Pulau Obi. Sebanyak 15 di antaranya adalah pertambangan nikel. Jika ini tidak dikawal, potensi kerusakan lingkungan sangat besar.
“Pulau Obi saat ini sudah dikelilingi oleh 19 tambang nikel. Kerusakan lingkungan pasti tak terhindarkan. Perlu adanya perubahan paradigma kebijakan secara menyeluruh yang mengarah pada proteksi lingkungan dan masyarakat lingkar tambang. Upaya Telapak perlu diapresiasi, tinggal bagaimana cara mengawalnya secara menyeluruh,” jelas Rere-panggilan Fanny Tri Jambore. (*) Ari Astriawan
Jakarta – Bank Indonesia (BI) beserta seluruh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI)… Read More
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More