PIER 2026 Economic Outlook di Jakarta, Kamis (4/12). (Foto: Alfi Salima Puteri)
Poin Penting
Jakarta – Ketidakpastian global terus menghantui perekonomian dunia. Perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok, perlambatan ekonomi negeri Tirai Bambu, hingga arah kebijakan suku bunga The Fed membuat banyak negara waspada.
Di tengah turbulensi global yang masih berlanjut, arah ekonomi Indonesia pada 2026 menjadi sorotan penting. Laporan terbaru PIER Economic Outlook dari Permata Institute for Economic Research (PIER) memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana perekonomian nasional berpotensi bergerak di tengah dinamika tersebut.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menyebut bahwa meski tekanan global makin intens, fondasi ekonomi domestik masih cukup kuat.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III 2025 mencapai 5,04 persen sehingga masih berada di sekitar rata-rata 10 tahun terakhir yakni 5 persen. Hal tersebut ditopang kebijakan pro-pertumbuhan pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global,” jelasnya dalam acara 2026 Economic Outlook di Jakarta, Kamis, 4 Desember 2025.
Baca juga: Bank Mandiri Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,08 Persen di Kuartal IV 2025
Namun cerita 2026 terlihat lebih kompleks. PIER memaparkan bagaimana perlambatan ekonomi Tiongkok akan menjadi faktor paling dominan, apalagi dengan tensi dagang yang kembali panas dengan Amerika Serikat.
Kondisi ini dapat menekan permintaan global, termasuk komoditas yang menjadi penopang ekspor Indonesia. Pada saat yang sama, The Fed diperkirakan memangkas suku bunga acuan hingga berada di level 3,50 persen pada 2026. Ini menjadi potensi katalis positif bagi pasar keuangan negara berkembang.
Di sisi lain, harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara, minyak, dan nikel diperkirakan melemah pada 2026. Hanya CPO yang diproyeksikan mampu bertahan dengan kenaikan moderat berkat permintaan global yang relatif stabil. Situasi ini membuat kontribusi ekspor RI perlu diwaspadai, terutama bila perlambatan global semakin tajam.
PIER memperkirakan rupiah berpeluang menguat perlahan hingga berada di kisaran Rp16.200-Rp16.400 per dolar AS pada akhir 2026, seiring meningkatnya aliran modal asing dan meredanya tekanan pasar global. Imbal hasil SBN pun diprakirakan menurun moderat, sehingga memberi ruang bagi pasar obligasi untuk kembali bergerak positif.
Baca juga: BSI Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,28 Persen di 2026: “Purbaya Efek” Jadi Fondasi
Untuk sisi domestik, Permata Bank memandang prospek pertumbuhan tetap solid. Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,0-5,1 persen pada 2025 dan meningkat ke kisaran 5,1-5,2 persen pada 2026.
Inflasi masih relatif aman, berada di rentang 2,0-2,5 persen, yang memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap menjaga sikap akomodatif.
“Momentum pertumbuhan diperkirakan menguat secara moderat pada 2026, namun keseimbangan antara dukungan pertumbuhan dan stabilitas makro tetap menjadi tantangan,” tegas Josua.
PIER juga melihat stabilitas eksternal tetap terjaga. Surplus perdagangan memang akan mulai menyempit, tetapi transaksi berjalan masih berada di zona aman, sementara cadangan devisa berpotensi meningkat. Prospek investasi asing pun tetap solid, didukung stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang mumpuni. (*) Alfi Salima Puteri
Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More
Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More
Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More
Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More
Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More
Bank Muamalat memberikan layanan “Pusat Bantuan” Muamalat DIN. Selain untuk pembayaran, pembelian, atau transfer, nasabah… Read More