News Update

Tax Amnesty, Pengampunan untuk Siapa?

oleh Eko B. Supriyanto

 

 

PEMBICARAAN mengenai tax amnesty yang timbul tenggelam dan belakangan kembali mencuat menimbulkan banyak pertanyaan. Akankah kebijakan tax amnesty mulus menjadi undang-undang (UU)? Umumnya pertanyaan yang muncul ialah apakah pemerintah akan berhasil menerapkan kebijakan itu yang banyak diragukan oleh pemilik uang ini dan sering kali disebut sebagai “jebakan Batman”?

Kebijakan tax amnesty ini memang pernah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada 1984. Saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut hanya dengan keputusan presiden (keppres). Kebijakan tax amnesty model lama itu dikeluarkan karena pemerintah ingin melakukan restrukturisasi perpajakan dikarenakan penghasilan ekspor nonmigas sudah melemah sehingga mengandalkan pendapatan negara dari pajak. Kebijakan tax amnesty pada 1984 tidak memberikan dampak signifikan karena tidak ada keterbukaan informasi secara otomatis. Itu artinya urgensi tax amnesty kali ini bisa jadi jauh lebih signifikan dibandingkan dengan tax amnesty atau kebijakan sunset policy pada 2008 saat Indonesia terkena krisis.

Menteri Keuangan dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media di rumah dinasnya, beberapa waktu lalu, menegaskan kembali bahwa tax amnesty ini paling tidak keringanan tarif dan penghapusan sanksi dari pelanggaran pajak. Itu terkait juga dengan soal repatriasi dan pencatatan. Seperti halnya orang yang mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) tapi masih belum benar.

Nah, untuk menarik dana-dana, pemerintah menawarkan diskon lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hanya mencatatkan hartanya. Disebut-sebut, dalam draf RUU pengampunan pajak, tarif penalti repatriasi ditetapkan 1,2% dan 3%. Sementara itu, bagi mereka yang mencatatkan hartanya terkena tarif 2,4% dan 6%.

Hitung-hitungan penerimaan dari UU pengampunan pajak ini masih simpang siur. Banyak prediksi yang terlalu tinggi. Ada yang menyebut dana di luar negeri dari orang Indonesia mencapai Rp10.000 triliun dan bahkan ada yang mengatakan Rp11.000 triliun. Tidak ada catatan resmi mengenai jumlah dana-dana yang ada di luar. Nama-nama yang tertera dalam dokumen Panama Papers juga tidak menyebut angka.

Namun, banyak yang hanya memprediksikan sekitar Rp5.000 triliun sampai dengan Rp6.000 triliun karena dana-dana asing yang masuk ke Indonesia sejatinya sebagian besar ya milik orang Indonesia. Dana-dana yang masuk ke pasar modal lewat lembaga-lembaga investasi asing dipercaya sebagian besar milik orang Indonesia.

Jujur juga harus diakui. Kebijakan tax amnesty ini juga dapat menghasilkan tambahan penerimaan pajak buat kas APBN 2016. Hitungan optimistis bisa ada tambahan Rp100 triliun sampai dengan Rp200 triliun jika data Rp10.000 triliun itu benar. Akan tetapi, banyak yang percaya angka tambahan penerimaan pajak dari kebijakan tax amnesty ini tidak lebih dari Rp65 triliun.

Banyak negara yang gagal menerapkan kebijakan tax amnesty ini, seperti Rusia dan Prancis. Yang relatif berhasil ialah India, Italia, Irlandia, dan Afrika Selatan. Rusia melakukan keterbukaan informasi dan Prancis melakukan repatriasi. Italia melakukan hal yang sama dengan Prancis, tapi Italia lebih berhasil.

Sementara itu, India menawarkan obligasi khusus bebas pajak. Jadi, apakah Indonesia akan berhasil? Jawabannya tergantung pada kredibilitas pemerintah dan kepercayaan pemilik dana kepada pemerintah apakah akan seperti pikiran pemilik uang yang sebagian besar apakah tidak masuk “jebakan Batman”. Pemerintah harus menjawab pertanyaan itu.

Kendati demikian, kebijakan pengampunan pajak ini punya sisi lain yang tak kecil dampaknya bagi perbankan dan nasabah bank. Tax amnesty ini bukan hanya terkait dengan kepentingan pemerintah, melainkan juga berdampak pada pembayar pajak. Apalagi, nanti, pada 2018, sudah ada keterbukaan informasi. Intinya, nanti tidak ada tempat bagi orang Indonesia untuk menyembunyikan hartanya, mau tidak mau harus melaporkan. Saat ini memang belum ada karena masih ada rahasia bank yang dilindungi UU perbankan.

Menurut catatan Infobank Institute, bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang menyetujui perjanjian Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Turki, ada aturan main yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah kesanggupan untuk melakukan pertukaran data perbankan guna kepentingan perpajakan antarnegara pada 2018.

Dampak bagi perbankan, tax amnesty ini akan mengubah perilaku nasabah bank yang selama ini masih tidak patuh atau menyembunyikan data keuangannya, baik untuk kepentingan perpajakan maupun kepentingan lainnya, seperti pencucian uang. Keterbukaan informasi nasabah untuk kepentingan perpajakan akan berdampak besar bagi bank-bank, yang selama ini nasabah dana dilindungi dengan dalih rahasia bank.

Tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam menarik dana-dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty ini. Itu masih menyangkut tentang trust antara pemilik dana dan pemerintah. Pertanyaannya, apakah ini bukan hanya “jebakan Batman”, artinya dipermudah di awal, tapi akhirnya akan dikunci sehingga tidak bisa ke mana-mana dan bahkan akan menjadi sumber pemerasan baru bagi penegak hukum. Masalah trust terhadap pemerintah dan lembaga hukum hari-hari ini tak begitu sepenuhnya bagus akibat politik yang terus menyandera.

UU pengampunan pajak ini akan berhasil, selain trust dan ketersediaan produk investasi, jika diikuti dengan perubahan UUU Perbankan Tahun 1992. Jika demikian halnya, bank di Indonesia akan lebih berat menjaring dana pihak ketiga—apakah ini yang namanya “jebakan Batman”—karena nanti sudah tak ada lagi yang namanya rahasia bank.

Namun, tax amnesty lebih baik diterapkan. Sebab, kebijakan itu akan lebih mendatangkan kesempatan dalam melakukan repatriasi dan penerimaan pajak buat kas negara. (*)

 

Penulis adalah Pimpinan Redaksi Infobank.

Paulus Yoga

Recent Posts

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

26 mins ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

35 mins ago

Tinjau PLTU Suralaya, Bahlil Pastikan Suplai Listrik Wilayah Jamali Aman Selama Nataru

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengapresiasi kesiapan PLN dalam… Read More

49 mins ago

Per 20 Desember 2024, IASC Blokir 5.987 Rekening dan Selamatkan Dana Rp27,1 Miliar

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More

2 hours ago

KSEI Bidik Pertumbuhan 2 Juta Investor pada 2025

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More

2 hours ago

KSEI Masih Kaji Dampak Kenaikan PPN 12 Persen ke Pasar Modal RI

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih mengkaji ihwal kenaikan PPN 12 persen… Read More

3 hours ago