Jakarta – Dunia diramalkan akan menghadapi keadaan yang sangat krusial, yakni krisis global atau ‘perfect storm’ akibat resesi serta krisis pangan dan energi. Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum perekonomian global yang sedang tidak baik itu.
Momentum tersebut harus dimanfaatkan Indonesia untuk menarik investasi ke Indonesia. Untuk itu, Indonesia harus menjaga iklim investasi dan usaha tetap kondusif di tengah ketidakpastian global.
Memanfaatkan momentum. Sayangnya selama ini, kita suka telat memanfaatkan momentum. Harus konsisten melakukan perbaikan iklim usaha dan iklim investasi, sehingga Indonesia punya daya tarik, daya saing lebih di antara negara-negara yang saat ini sedang bermasalah,” ujar Yose Rizal, dikutip Rabu, 28 September 2022.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia baik pemerintah maupun masyarakat, untuk mewaspadai besarnya dampak ekonomi akibat gelombang resesi global yang saat ini tengah melanda dunia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menjelaskan, perekonomian global tengah dihadapkan pada tantangan yang disebut dengan the perfect storm atau 5C yaitu covid-19, conflict Rusia-Ukraina, climate change, commodity prices, dan cost of living.
Ketua Umum Golkar ini menilai, salah satu sektor kunci dalam menghadapi terpaan krisis global adalah industri pangan. Sebab, ketersediaan pangan yang dapat dijangkau berbagai pihak dinilai mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Menurut Yose, ada beberapa hal agar Indonesia bisa bertahan sekaligus memanfaatkan momentum ketidakstabilan global. Ia menilai, pemerintah perlu mempunyai instrumen kebijakan makro yang adaptif. “Ketika suku bunga diperlukan naik, maka bank sentral dan pemerintah juga harus langsung merespons dengan cepat,” tegasnya.
Begitu juga ketika suku bunga diperlukan turun untuk menjaga pertumbuhan, bank Sentral dan pemerintah juga harus cepat melakukannya. “Pertama, tentunya mempunyai kebijakan ekonomi makro, moneter, dan fiskal yang cukup bisa adaptif,” ungkapnya.
Selanjutnya, pemerintah juga harus bisa menjaga kepercayaan masyarakat. Hal itu penting dilakukan agar konsumsi domestik terjaga dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, perekonomian Indonesia lebih banyak tergantung dari konsumsi domestik yang mencapai 55% dari PDB. Hal itu pula yang membuat Indonesia relatif mampu bertahan dari gonjang-ganjing perekonomian dunia.
“Pemerintah harus menjaga kepercayaan masyarakat yang sekarang ini cukup tinggi, sehingga konsumsi domestik masih bisa cukup mendorong perekonomian,” ungkapnya.
Yose menegaskan pemerintah juga harus melanjutkan reformasi struktural untuk membuat iklim usaha dan investasi Indonesia semakin menarik. “Yang paling penting melanjutkan reformasi struktural, terutama perbaikan kebijakan-kebijakan kita. Yang sudah dilakukan adalah dengan omnibus cipta kerja kemarin,” tegasnya.
Menurutnya, investasi global tengah turun, sehingga semakin menjadi rebutan banyak negara. Ketika Indonesia mampu membuktikan sebagai tujuan investasi yang layak dan menarik, maka Indonesia akan mendapat keuntungan dari badai krisis global.
“Investasi global sedang turun, jadi rebutannya semakin banyak, tetapi kalau kita lebih stabil dari sisi ekonomi makro, inflasi terjaga, dunia usaha kita menarik. Kita bisa juga menjadi lebih baik dari negara tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto menyatakan bahwa masyarakat Indonesia disebut telah berpengalaman melewati berbagai krisis, dan kebiasaan masyarakat Indonesia dapat secara natural membangun jaring pengaman sosial di masyarakat.
“Masyarakat kita memiliki pengalaman panjang dan pernah melewati berbagai krisis ekonomi khususnya 1998, krisis Covid-19, sehingga pengalaman ini mendorong masyarakat dapat memiliki mitigasi yang cukup baik dengan berbagai gejolak yang ada. Masyarakat kita memiliki modal sosial (pengajian, kegiatan masyarakat, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga, arisan) sehingga mereka bisa saling membantu satu dengan lainnya dengan kata lain modal sosial mendorong terbentuknya jaring pengaman sosial di level masyarakat,” paparnya.
Selain itu, dia menambahkan, perekonomian Indonesia sebagian besar didominasi perekonomian yang bersifat informal yang tidak tercatat. “Sehingga kita tidak tahu pasti potensinya serta banyak yang bersifat subsisten, sehingga sektor-sektor inilah tumpungan masyarakat di saat kondisi krisis,” tukas dia.
Selain kekuatan masyarakatnya, pemerintah juga telah melakukan extra effort untuk menjaga inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tantangan global sekarang ini disebut-sebut akan mendatangkan ‘perfect storm’. Extra effort yang dilakukan pemerintah sendiri diapresiasi oleh Teguh. Namun, ada catatan untuk dapat memperkuat perekonomian dalam negeri.
“Dalam kontek perfect storm kondisi global, selain pemerintah bekerja keras untuk pengendalian inflasi, pemerintah harus memperkuat perekonomian domestik. Indonesia memiliki pasar yang cukup besar sehingga optimalisasi peran ekonomi domestik bisa menyerap dampak negatif dari gejolak perekonomian global,“ jelas Teguh.
Perananan pemerintah daerah dan pemerintah desa harus lebih dioptimalkan dalam mendorong perekonomian daerah. Dana desa merupakan instrumen yang cukup efektif untuk mendorong aktivitas perekonomian lokal. “Dana desa tahun depan bisa ditambah besarannya sehingga perekonomian desa dan daerah terus menggeliat,” saran Teguh. (*)
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More
Jakarta - Per 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi dan… Read More