Moneter dan Fiskal

Target Defisit RAPBN 2026 Melebar Jadi 2,68 Persen, Purbaya: Kita Tetap Hati-Hati

Poin Penting

  • Defisit RAPBN 2026 sebesar 2,68 persen atau Rp689,1 triliun aman karena masih di bawah batas maksimal 3 persen PDB sesuai UU Keuangan Negara.
  • Kenaikan defisit terjadi akibat tambahan anggaran transfer ke daerah Rp43 triliun menjadi Rp693 triliun serta peningkatan belanja pusat.
  • Defisit 2026 (2,68 persen PDB) lebih rendah dari outlook 2025 (2,78 persen PDB).

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, target defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang disepakati meningkat menjadi 2,68 persen atau Rp689,1 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB) tak akan membahayakan perekonomian Indonesia.

Purbaya menjelaskan, target defisit anggaran tersebut masih berada di bawah batas maksimal 3 persen dari PDB sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Menanyakan bahaya apa nggak? Itu nggak apa-apa, itu masih 2 sampai 3 persen, dan diperlukan untuk nanti menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, jadi nggak usah takut. Kita tetap hati-hati,” kata Purbaya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Kamis, 18 September 2025.

Baca juga: Defisit RAPBN 2026 Naik Jadi 2,68 Persen dari PDB

Sementara itu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu menyatakan, defisit tersebut merupakan bagian dari konsekuensi dari tambahan anggaran transfer ke daerah (TKD) yang naik sebesar Rp43 triliun atau menjadi Rp693 triliun.

“Itu kan konsekuensi tadi kan kita sudah menambah yang Rp43 triliun, lalu juga kita tambah sedikit di belanja pusatnya sehingga defisitnya melebar dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen dari PDB,” ucap Febrio.

Baca juga: Dana Transfer ke Daerah 2026 Ditambah Jadi Rp693 Triliun, Ini Alasan Menkeu Purbaya

Meski demikian, Febrio menekankan bahwa outlook defisit anggaran untuk tahun 2025 saja sebesar 2,78 persen dari PDB. Artinya, target defisit 2026 lebih rendah dari outlook 2025 yang menunjukan kehati-hatian pemerintah terhadap kondisi fiskal.

“Jadi ini justru sedikit menunjukkan lagi kehati-hatian pemerintah untuk kondisi fiskal. Tetapi kita melihat kebutuhan untuk pertumbuhan ekonomi dan juga baik di pusat maupun belanja di daerah itu tetap menjadi prioritas,” ungkapnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Hadapi Disrupsi Global, Dua Isu Ini Menjadi Sorotan dalam IFAC Connect Asia Pacific 2025

Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More

32 mins ago

BAKN DPR Minta Aturan Larangan KUR bagi ASN Ditinjau Ulang, Ini Alasannya

Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More

1 hour ago

IHSG Sesi I Ditutup Menguat ke 8.655 dan Cetak ATH Baru, Ini Pendorongnya

Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More

2 hours ago

Konsumsi Produk Halal 2026 Diproyeksi Tumbuh 5,88 Persen Jadi USD259,8 Miliar

Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More

3 hours ago

Menteri Ara Siapkan Ratusan Rumah RISHA untuk Korban Banjir Bandang Sumatra, Ini Detailnya

Poin Penting Kementerian PKP tengah memetakan kebutuhan hunian bagi korban banjir bandang di Sumatra melalui… Read More

4 hours ago

Livin’ Fest 2025 Resmi Hadir di Bali, Bank Mandiri Dorong UMKM dan Industri Kreatif

Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More

4 hours ago