Nasional

Target 5 juta Sertifikat Tanah Dinilai Terlalu Tinggi

Jakarta– Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah mendorong Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN dalam hal pemberian Sertifikat Tanah kepada Masyarakat khususnya dipedesaan yang notabenenya lebih ke rakyat yang kurang beruntung. Namun, target 5 juta sertifikat di 2017 dianggap terlalu tinggi.

Ketua umum forum anti korupsi dan Advokasi Pertanahan Anhar Nasution mengatakan, sulitnya pencapaian target tersebut terutama karena minimnya SDM di Kementerian ATR/BPN, dan ketersediaan petugas ukur. Saat ini jumlah juru ukur di BPN tidak lebih dari 2.000 orang di seluruh Kantor Pertanahan Indonesia.

Sebagaimana diketahui bahwa BPN sejak tahun 1984 sudah tidak lagi mendidik dan melahirkan petugas ukur. Pada umumnya satu orang Juru ukur hanya mampu menghasilkan tidak lebih dari 10 bidang tanah yang dilanjutkan pengukuran, pemetaan, penggambaran dan pengadministrasian yang memakan waktu sekitar 2 minggu kemudian.

“Artinya, selama 1 bulan hari kerja satu orang juru ukur hanya mampu menghasilkan 8 sampai 10 bidang tanah,” ujar Anhar dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat, 28 April 2017.

Anhar yang juga Mantan Anggota Komisi II DPR-RI mengatakan, situasi kontur tanah yang bermacam-macam, terdiri dari bukit lembah, sungai bahkan bisa saja rawa-rawa yang sulit dilakukan pengukurannya. Kecuali si juru ukur hanya melakukan pengukuran dengan menggunakan Google map yang hanya tinggal di tanda tangan di atas meja saja dengan risiko akan terjadi sengketa batas dan tumpang tindih sertifikat di kemudian hari.

“Jadi bisa dibayangkan bagi rakyat di kampung yang memiliki tanah warisan yang luas dan yang tidak terkelola, lantas dibuatkan sertifikat, dari mana mereka akan mampu membayar pajak setiap tahun,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga harus melihat konsekuensi ke depan. Jangan sampai pemberian sertifikat tidak dibarengi dengan pembinaan, sebab bisa digadaikan untuk memiliki kendaraan atau barang konsumsi yang tidak membawa manfaat.

Menurutnya, Kementerian ATR/BPN bukan lembaga yang pro aktif seperti kepolisian yang bisa memaksa setiap pengendara wajib  memiliki SIM atau STNK yang jika tidak akan dikenakan sanksi hukum. BPN hanya lembaga yang oleh UU diamanatkan untuk mengadministrasikan hak keperdataan warga negara yang mau dan merasa membutuhkan untuk di administrasikan guna kepentingan lain bagi mereka.

“BPN tidak bisa memaksa pemilik tanah untuk mensertifikatkan tanahnya. Karena bisa saja jika tanah mereka sudah bersertifikat, maka mereka berkewajiban membayar pajak,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa Dukung Peningkatan Kinerja Keselamatan

Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More

1 hour ago

Jumlah Peserta Regulatory Sandbox Menurun, OJK Beberkan Penyebabnya

Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More

4 hours ago

OJK Siap Dukung Target Ekonomi 8 Persen, Begini Upayanya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More

8 hours ago

BPKH Ajak Pemuda Gunakan DP Haji sebagai Mahar Pernikahan

Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More

9 hours ago

OJK Bakal Terbitkan 3 Aturan Baru Pasar Modal di Akhir 2024, Ini Bocorannya

Labuan Bajo - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa, akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terbaru… Read More

10 hours ago

Penjualan Trisula Textile Naik 19 Persen di Q3 2024, Ini Penopangnya

Jakarta - PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), emiten penyedia kain, seragam, dan fashion berhasil… Read More

10 hours ago