Oleh Paul Sutaryono
SURVEI Kepemimpinan Nasional menunjukkan tren kepuasan terhadap kinerja pemerintahan di bidang ekonomi terus menguat dari 53,5% per Januari 2023 naik menjadi 59,5% dan 61,5% masing-masing per Mei dan Agustus 2023. Meski demikian, peningkatan kepuasan ini masih dihadapkan pada sejumlah persoalan, salah satunya terkait pengangguran (Kompas, 23/8/2023). Apa tantangan tim ekonomi pemerintah dan perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi?
Lebih terperinci, Survei Kepemimpinan Nasional tersebut mencatat bahwa sebelum pandemi COVID-19 pada akhir 2019, tren kepuasan terhadap kinerja pemerintahan di bidang ekonomi tampak rendah, yaitu 49,8% (per Oktober 2019). Namun, kemudian naik menjadi 52,8% pada Agustus 2020 pada masa pandemi yang mulai melanda Indonesia pada Maret 2020.
Pada 2021, tren kepuasan terhadap kinerja pemerintahan di bidang ekonomi itu terus menanjak menjadi 57,9% per Januari 2021, lalu 57,8% per April 2021, dan puncaknya mencapai 58,7% per Oktober 2021. Tren itu makin menjulang menjadi 64,8% pada Januari 2022 sebagai puncak tertinggi.
Namun, tren itu kemudian merosot tajam menjadi 50,5% per Juni 2022. Secara perlahan, trennya ternyata mulai mendaki menjadi 50,8% per Oktober 2022 yang berlanjut pada tahun berikutnya.
Pada 2023, tren kenaikan hampir tak dapat dibendung. Terus merambat naik menjadi 53,5% per Januari 2023, kemudian 59,5% per Mei 2023, dan 61,5% per Agustus 2023. Apakah tren itu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi?
Baca juga: Jurus Jokowinomics Tiga Capres, Ekonomi Indonesia Takkan Tembus 7 Persen
Karena pandemi, ekonomi Indonesia sempat mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) minus 2,07% pada 2020. Namun, ekonomi Indonesia kembali tumbuh menjadi 3,70% pada 2021 dan memelesat menjadi 5,31% pada 2022. Pada 2023, ekonomi Indonesia kembali naik menjadi 5,03% per kuartal satu 2023 dan 5,17% per kuartal dua 2023.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu di atas negara ASEAN, seperti Filipina 4,30%, Vietnam 4,14%, Malaysia 2,90%, dan Thailand 1,80%. Bahkan, ekonomi Singapura hanya tumbuh 0,50% per kuartal dua 2023. Kita boleh bersyukur, walau masih banyak persoalan yang wajib untuk diselesaikan.
Aneka Jurus Ampuh
Lantas, apa saja tantangan dan jurus ampuh tim ekonomi pemerintah dan perbankan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi?
Pertama, pertumbuhan ekonomi amat dipengaruhi oleh kondisi global dan domestik. Baru saja Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa suku bunga acuan AS (The Fed Fund Rate/FFR) yang kini 5,5% kemungkinan besar masih akan naik menjadi 6%. Mengapa? Lantaran, target inflasi AS 2%, padahal kini inflasi mendaki menjadi 3,7% per Agustus 2023 dari 3,2% per Juli 2023.
Kondisi itu akan memengaruhi suku bunga acuan BI atau BI-7 Day Reverse Repo Rate yang mencapai 5,75% sejak 19 Januari 2023. Artinya, BI senantiasa akan menjaga level itu sesuai dengan perilaku pasar. Hal itu bertujuan agar Indonesia masih menjadi tujuan investasi asing yang cantik. Sikap tersebut juga bertujuan untuk menahan laju dana panas pulang kampung (capital flight) mengingat ancaman depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
Kedua, karena itu, BI meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan menggunakan underlying asset berupa surat berharga milik BI. Penerbitan SRBI bertujuan untuk memperkuat pelaksanaan operasi moneter yang berkesinambungan dan mendukung pengembangan pasar uang dan pasar valuta asing.
Ketiga, dari sisi fiskal, pemerintah perlu terus menggenjot belanja pemerintah (government spending) sebagai stimulus utama dalam menyuburkan pertumbuhan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menjadi ujung tombak dalam menggerakkan ekonomi. Menteri lainnya ada yang sibuk kampanye menjadi bakal calon presiden, wakil presiden atau anggota legislatif.
Keempat, ingat bahwa investor global sangat memperhitungkan kondisi risiko negara (country risk). Apa itu risiko negara? Alan C. Shapiro (1998) menyatakan bahwa risiko negara adalah suatu cara pengukuran mengenai tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara berisiko moderat (moderate risk) menurut International Country Risk Guide (ICRG) per Juli 2023. Peringkat itu dengan nilai 69,5 persis di bawah AS 69,8 dan Yunani 69,8 (mulai nilai 70 termasuk risiko rendah). Peringkat Indonesia lebih rendah daripada negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand yang berisiko rendah (low risk), apalagi Singapura yang berisiko sangat rendah (very low risk). Namun, Indonesia menjadi negara tujuan investasi yang baik.
Risiko negara terdiri atas tiga komponen, yakni risiko politik (dengan porsi 50%), risiko ekonomi (25%), dan risiko finansial (25%). Risiko politik mendominasi dalam membentuk risiko negara. Karena itu, pemilu presiden dan pemilihan kepala daerah pada 14 Februari 2024 dan pemilu legislatif pada 27 November 2024 amat diharapkan berjalan aman dan baik. Alhasil, tingkat risiko negara makin baik. Ini tantangan serius pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU)!
Kelima, pemilu yang dianggap sebagai pesta demokrasi itu juga diharapkan dapat mendorong kenaikan konsumsi rumah tangga. Selama ini konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 54% terhadap produk domestik bruto (PDB) selain investasi dan ekspor. Mengapa? Karena, selama kampanye dan pemilu akan banyak pengeluaran untuk alat bantu kampanye, seperti bendera, umbul-umbul, baliho, kaus, topi, dan jaket. Alhasil, ekonomi akan tumbuh sekalipun nilai ekspor diprediksi akan surut sejalan dengan kondisi geopolitik di Eropa sebagai akibat invasi Rusia ke Ukraina mulai 24 Februari 2022.
Keenam, tentu saja, bank pun patut mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengucurkan kredit ke sektor yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Sebut saja sektor manufaktur, sektor konstruksi, sektor industri pengolahan, dan sektor pertanian.
Demikian pula bank papan atas, terutama bank pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN), untuk terus mengucurkan kredit ke pembangunan infrastruktur yang meliputi jalan tol, jembatan, irigasi, bandara, pelabuhan laut, dan pembangkit tenaga listrik. Mengapa bank papan atas? Lantaran kredit infrastruktur membutuhkan dana besar dan dengan tenor lebih lama sekitar lima tahun ke atas.
Amat disarankan bank untuk menyalurkan kredit ke sektor properti yang dapat mendorong 74 bisnis ikutannya. Katakanlah pasir, batu kali, batu bata, besi, teralis, kawat, baja ringan, semen, kayu (tiang, kusen pintu dan jendela, daun pintu dan jendela, mebel), cat, dan arsitektur.
Ketujuh, kini bank ditantang pula untuk menggeber pembiayaan atau kredit hijau. Apa itu pembiayaan hijau (green finance)? Menurut www.simulasi kredit.com, pembiayaan hijau merupakan konsep keuangan hijau untuk menciptakan dan mendistribusikan produk dan layanan keuangan yang mendorong investasi ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Fokus utama konsep pembiayaan hijau adalah pengeluaran modal untuk proyek atau pembangunan yang ramah lingkungan.
Untuk itu, pembiayaan hijau biasanya meliputi sektor-sektor utama di dalam sebuah negara, antara lain transportasi berkelanjutan, pariwisata berkelanjutan, manajemen sumber daya alam, keanekaragaman hayati, dan pencegahan dan pengendalian polusi.
Baca juga: Memperkirakan Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Regional Asia untuk 2023-2024
Bagaimana laju kredit hijau bank papan atas? Bank Mandiri telah menyalurkan kredit hijau Rp115 triliun pada semester satu 2023, naik 10,2% (year on year/yoy). Kemudian, pembiayaan untuk sektor energi terbarukan Rp8,9 triliun, eco-efficient products Rp4,7 triliun, dan clean-transportation Rp3,2 triliun serta sektor hijau lainnya Rp2,8 triliun. Di bawah Bank Mandiri ada BCA sebesar Rp71 triliun dan BRI Rp79,4 triliun yang naik 5,16% (yoy).
BNI menyusul kemudian dengan kredit hijau seperti pencegahan polusi Rp2,9 triliun hingga energi terbarukan Rp9,7 triliun. BNI juga menyalurkan kredit hijau ke segmen pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berwawasan lingkungan Rp18,9 triliun pada periode yang sama (www.bisnis.com).
Kedelapan, pemerintah pun telah mendorong pembangunan pabrik mobil listrik dan baterai mobil listrik. Dalam kaitan itu, pemerintah telah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC) sebagai induk usaha pengelola ekosistem industri baterai listrik dan power bank (energy storage system/ESS) pada 26 Maret 2021.
Induk usaha IBC tersebut didukung empat BUMN sektor pertambangan: Pertamina, MIND ID, Aneka Tambang, dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) masing-masing dengan saham 25%. IBC juga akan menjalin kerja sama dengan CATL dan LG Chen. CATL akan investasi US$5 miliar dan LG Chen US$13 miliar-US$17 miliar.
Industri (baterai) mobil listrik itu diharapkan dapat berjalan mulus. Kok bisa? Karena, Indonesia memiliki tambang nikel terbesar di dunia sebagai bahan baterai mobil listrik. Kandungan nikel Indonesia 800.000 ton atau 29,99% (terbesar) dari total produk nikel dunia 2.668.000 ton pada 2019. Industri (baterai) mobil listrik juga akan mendorong pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Nah, ketika aneka jurus ampuh demikian dapat dilaksanakan dengan saksama, niscaya ekonomi Indonesia bakal tetap tumbuh mengesankan!
*) Penulis adalah pengamat perbankan, Assistant Vice President BNI (2005-2009), Staf Ahli Pusat Pariwisata Berkelanjutan Indonesia (PPBI) Unika Atma Jaya Jakarta, dan Staf Ahli Pusat Studi Bisnis (PSB) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta.
Jakarta - Perkembangan teknologi yang semakin pesat telah mengubah cara hidup masyarakat, terutama dalam hal… Read More
Jakarta – Menteri BUMN Erick Thohir bakal melanjutkan program ‘bersih-bersih BUMN’ jilid kedua dalam melawan… Read More
Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada hari ini (8/11) melaporkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja… Read More
Bandung – Direktur Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Meirijal Nur, mengungkapkan PT Geo Dipa Energi (Persero)… Read More
Jakarta – Kinerja Bank Riau Kepri Syariah (BRK Syariah) hingga September 2024 menunjukkan tren positif… Read More
Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membuka opsi untuk ‘menyatukan’ PT… Read More