Moneter dan Fiskal

Tantangan Global Masih Berlanjut di 2019, BI Cermati 3 Hal Ini

Jakarta – Tahun 2018 merupakan tahun yang penuh tantangan. Perekonomian global tumbuh
tidak merata dan penuh ketidakpastian. Bank Indonesia (BI) menilai kondisi ini kemungkinan masih akan berlanjut di 2019 dan tahun berikutnya. Setidaknya ada 3 (tiga) hal penting yang perlu dicermati di tahun depan.

Gubernur BI Perry Warjiyo merincikan, tiga hal yang perlu dicermati yakni pertama, pertumbuhan ekonomi dunia yang pada tahun 2018 diperkirakan sekitar 3,73 persen kemungkinan akan melandai ke 3,70 persen pada 2019. Ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tahun ini tumbuh tinggi diperkirakan juga akan menurun pada 2019.

Ekonomi Uni Eropa dan Tiongkok akan
tumbuh melandai dari tahun 2018 ke 2019. Perkembangan tersebut mendorong volume perdagangan dan harga komoditas dunia yang tetap rendah, dan karenanya menjadi tantangan bagi upaya BI dan Pemerintah untuk menjadikan ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi nasional.

“Sementara itu, tekanan inasi mulai tinggi di AS dan cenderung akan meningkat di Uni Eropa dan sejumlah negara lain,” ujar Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa, 27 November 2018.

Kemudian kedua, kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) akan diikuti oleh normalisasi kebijakan moneter di Eropa dan sejumlah negara-negara maju lainnya. Meningkatnya tekanan inflasi dan aktivitas ekonomi yang semakin kuat telah menyebabkan stance kebijakan moneter AS yang semakin ketat. The Fed AS kemungkinan akan menaikkan lagi suku bunganya 3 (tiga) kali sebesar 75 bps pada 2019.

European Central Bank (ECB) yang mulai
melakukan normalisasi kebijakan moneternya
melalui pengurangan injeksi likuiditas ke
pasar, diprakirakan akan mulai memberikan
sinyal arah kenaikan suku bunga pertengahan
tahun 2019, meskipun realisasi kenaikannya
mungkin baru akan terjadi pada akhir 2019
atau awal 2020.

“Arah kenaikan suku bunga di negara-negara
maju tersebut memberikan tantangan bagi
bank-bank sentral Emerging Markets, termasuk
Indonesia, dalam merumuskan respons
kebijakan moneternya untuk memperkuat
ketahanan eksternal ekonominya dalam
memitigasi dampak rambatan keuangan
global,” ucap Perry.

Selanjutnya ketiga, ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong tingginya premi risiko investasi ke negara emerging market. Pada awal tahun 2018 sejumlah negara dikejutkan dengan munculnya ketegangan perdagangan yang dilancarkan Pemerintah AS terhadap sejumlah negara, termasuk Kanada, Meksiko, Uni Eropa, dan Tiongkok. Hingga kini perundingan perdagangan antara AS dan Tiongkok masih berlangsung, dan kemungkinan masih akan berlanjut pada 2019.

Sementara itu, lanjut Perry, krisis ekonomi yang terjadi di Argentina dan hampir terjadi di Turki semakin memperburuk persepsi risiko di pasar keuangan global, termasuk sentimen negatif ke sejumlah negara Emerging Markets. Tingginya
ketidakpastian di pasar keuangan global juga
didorong oleh sejumlah risiko geopolitik,
seperti keberlanjutan perundingan Brexit
antara Inggris dan Uni Eropa.

“Permasalahan ekonomi di Italia dan sejumlah perkembangan politik lainnya, yang perlu terus kita cermati ke depan. Ketiga perkembangan global tersebut berdampak pada kuatnya mata uang dolar AS dan pembalikan modal asing dari negara Emerging Markets, termasuk Indonesia,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

12,34 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT, DJP Targetkan 16,21 Juta

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga 1 April 2025 sebanyak 12,34 juta wajib… Read More

9 hours ago

Tanpa Kedip, PLN Amankan Kelistrikan Salat Idulfitri di Seluruh Indonesia

Jakarta - PT PLN (Persero) berhasil menyuplai pasokan listrik andal tanpa kedip selama pelaksanaan Salat… Read More

11 hours ago

Ray Sahetapy Meninggal Dunia, Menekraf Riefky Sampaikan Belasungkawa

Jakarta - Aktor kawakan Ray Sahetapy meninggal dunia pada Selasa malam, 1 April 2025, di… Read More

17 hours ago

Bank DKI Buka Layanan Terbatas Selama Libur Lebaran 2025, Berikut Jadwal dan Lokasinya

Jakarta - Bank DKI menerapkan operasional layanan terbatas pada momen cuti bersama dan libur Lebaran… Read More

23 hours ago

BRI Catat Lonjakan Transaksi BRImo 34,57 Persen, Capai Rp5.596 Triliun

Jakarta - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) mencatat peningkatan signifikan dalam transaksi melalui… Read More

1 day ago

Kereta Whoosh Tetap Beroperasi Normal, 180 Ribu Tiket Ludes Terjual

Jakarta - Suasana di Stasiun Whoosh tetap ramai pada hari pertama Lebaran, Senin, 31 Maret… Read More

2 days ago