Analisis

Tantangan Direksi Baru BNI

oleh Paul Sutaryono

SESUNGGUHNYA, perubahan direksi badan usaha milik negara (BUMN) merupakan sesuatu yang biasa terjadi. Pun seperti yang terjadi di Bank Negara Indonesia (BNI). Namun, mengapa gaduh? Lantaran, direksi lama BNI baru terpilih tujuh bulan lalu. Ada masalah apa? Saat ini, dari 12 direktur BNI terdapat lima dari Bank Mandiri, lima dari BNI, satu dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan satu dari Bank Mega.

Bagaimana kinerja bank BUMN? Statistik Perbankan Indonesia yang terbit 28 September 2020 menunjukkan, kredit tumbuh 3,36% dari Rp2.330,73 triliun per Juli 2019 menjadi Rp2.409,12 triliun per Juli 2020. Pertumbuhan kredit yang rendah, tapi masih di atas rata-rata industri 1,17%. Sebaliknya, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh lebih subur 13,54% dari Rp2.417,15 triliun menjadi Rp2.744,36 triliun, jauh di atas rata-rata industri 8,51%. Hal itu menyiratkan bahwa likuiditas bank pemerintah masih kokoh.

Pertumbuhan kredit dan DPK bank BUMN yang tak seimbang itu mendorong rasio kredit terhadap DPK (loan to deposit ratio/LDR) turun (membaik) dari 96,42% menjadi 87,78%, di bawah rata-rata industri 88,09% dan di bawah ambang batas 78%-92%.

Bank BUMN masih sanggup memperoleh laba, tapi laba sebelum pajak turun signifikan 31,88% dari Rp93,62 triliun menjadi Rp63,77 triliun. Penurunan laba itu jauh di atas rata-rata industri 19,34%. Aduh! Itulah sekilas kinerja bank BUMN hingga Juli 2020 yang makin terdisrupsi COVID-19.

Faktor Kunci Keberhasilan

Lantas, apa saja tantangan BNI ke depan? Apa saja faktor sukses (key success factors) menghadapi tantangan itu?

Pertama, bagaimana kinerja bank BUMN hingga Juni 2020? Total laba sebelum pajak Rp68,26 triliun sedangkan total laba bersih Rp25,72 triliun. Inilah perinciannya. Bank Mandiri menjadi juara dengan laba bersih Rp10,29 triliun meski turun 23,90%. BRI menyusul sebesar Rp10,20 triliun (turun 36,90%), BNI Rp4,46 triliun (41,60%), dan Bank Tabungan Negara (BTN) Rp768 miliar (41,24%) (Kontan 3/9/20).

Bagaimana dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL)? NPL gross (dengan memperhitungkan cadangan) BRI 2,98% per kuartal kedua 2020, di bawah ambang batas 5%. Itu NPL yang paling rendah di antara bank pemerintah. Kemudian, BNI dengan NPL gross 3,03%, Bank Mandiri 3,42%, dan Bank BTN 4,71% (Kontan,7/9/20).

Ternyata NPL bank BUMN 3,22% per Juni 2020 lebih tinggi daripada NPL bank umum yang mencapai 3,11% sebagai rata-rata industri. Sarinya, NPL Bank Mandiri dan Bank BTN jauh di atas rata-rata industri. Makin tinggi NPL, akan makin tinggi pula cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Cadangan bisa menggerogoti modal.

Kedua, sayangnya, kecenderungan kenaikan NPL belum akan berhenti, bahkan hingga akhir 2020. Sudah barang tentu, perbaikan NPL akan mengikuti bentuk pemulihan ekonomi nasional. Ada beberapa pola pemulihan ekonomi pasca-COVID-19 menurut Szlezak, Reeves, dan Swartz (2020).

Bentuk V: wabah menyebabkan ekonomi anjlok dengan pertumbuhan ekonomi menurun tajam dan pengangguran melonjak. Namun, dalam waktu singkat, ekonomi akan tumbuh kembali pada posisi sebelum krisis. Bentuk U: pertumbuhan ekonomi turun signifikan dan pengangguran naik. Pertumbuhan ekonomi untuk pulih kembali membutuhkan waktu lama. Bentuk L: merupakan bentuk yang terburuk. Tidak hanya pertumbuhan ekonomi tidak pernah memulihkan jalur output-nya sebelumnya, tapi juga tingkat pertumbuhan menurun. Bentuk W: merupakan perulangan bentuk V. Hal itu bisa terjadi ketika muncul serangan virus kedua dan seterusnya.

Nah, sekiranya pemulihan ekonomi dengan bentuk V, kenaikan NPL bakal berjalan lambat. Mengapa? Lantaran makin cepat pemulihan ekonomi, makin cepat pula sektor riil akan bergairah kembali. Ujungnya, kredit kembali mengalir lancar.

Celakanya bila pemulihan ekonomi dengan bentuk U, kemungkinan besar kenaikan NPL akan naik cepat. Kokbisa? Karena, sektor riil akan mati suri cukup lama. Pertumbuhan kredit pun melemah seperti prediksi Moody’s Investor Service. Akibatnya, bank akan memarkir sebagian dana pada surat berharga untuk meraih margin yang gurih dan tanpa risiko (risk free) (Paul Sutaryono, Media Indonesia, 29/8/20). Itulah tantangan berat yang harus dihadapi direksi baru BNI.

Ketiga, tantangan yang tak kalah membuat miris adalah permintaan kredit yang amat tipis. Memang bank pemerintah telah berhasil menyalurkan penempatan dana dari pemerintah Rp30 triliun. Namun, tantangan akan makin berat ketika pemerintah segera menambah kucuran berikutnya Rp17,5 triliun.

Tentu saja, ratusan kantor dengan ribuan pegawai BNI yang unggul dan berpengalaman dapat menjadi saluran distribusi yang cantik untuk memperderas penyalurkan kredit. Namun, itu belum cukup. Kompetensi tinggi dan pengalaman panjang Royke Tumilaar selama 32 tahun di Bank Mandiri bersama dengan direksi lainnya amat dituntut untuk dapat melahirkan sinergi yang lincah (agile) untuk menembus kebuntuan permintaan kredit itu.

Keempat, sesuai dengan formula, permintaan kredit yang amat rendah akan menekan margin pendapatan bersih (net interest margin/NIM). Kini NIM bank umum turun dari 4,90% menjadi 4,44%.

Coba simak NIM menurut kelompok bank. Kelompok bank pembangunan daerah (BPD) ber-NIM 5,97%, bank umum swasta nasional (BUSN) nondevisa 5,41%, dan bank persero 4,47%. NIM tiga kelompok bank itu di atas NIM rata-rata industri 4,44%. Sementara, NIM BUSN devisa 4,37%, Bank campuran 3,52%, dan bank asing 3,04% di bawah rata-rata industri 4,44%. Makin tinggi NIM, makin tinggi pendapatan dari bunga kredit.

Artinya, NIM yang menipis akan menipiskan laba pula. Terlebih kini suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate kian rendah, mencapai 4%, sejak 19 Agustus 2020. Hal itu akan mendorong penurunan suku bunga kredit sehingga NIM kian tipis.

Kelima, karena itu, bank harus berani berubah dan beradaptasi dalam menghadapi gebukan COVID-19. Dengan bahasa lebih bening, bank wajib menerapkan manajemen perubahan (change management) dalam setiap langkah bisnis berbasis protokol kesehatan (seperti menjaga jarak, memakai masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun).

Inilah contoh konkretnya. Sejalan dengan tuntutan perkembangan teknologi informasi, bank wajib menyediakan layanan perbankan digital (digital banking). Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan digital merupakan layanan atau kegiatan perbankan dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik bank dan/atau melalui media digital milik (calon) nasabah yang dilakukan secara mandiri. Layanan itu akan mendongkrak tingkat efisiensi.

Keenam, jauh sebelum terjadi perubahan direksi BNI, Menteri BUMN, Erick Thohir, menyatakan akan mendorong BNI go global dengan menjadi pemain unggul dalam perbankan internasional. Dengan bahasa lebih lugas, BNI diharapkan menjadi jagoan dalam transaksi internasional (trade finance), seperti ekspor, impor, dan pelbagai produk derivatif.

Pun BNI diharapkan makin jaya dalam kredit korporasi, termasuk kredit sindikasi (syndicated loan), tresuri (treasury), dan pembayaran internasional seperti remitansi (remittances). Namun, sejatinya, itu semua sudah dilakukan jauh-jauh tahun sebelumnya. Hal itu sungguh wajar mengingat BNI memiliki enam kantor cabang luar negeri: Singapura, Tokyo-Jepang, Hong Kong, New York-Amerika Serikat, London-Inggris, Seoul-Korea Selatan, dan satu kantor cabang pembantu Osaka-Jepang.

Jumlah kantor cabang luar negeri (full branch) BNI itu melampaui Bank Mandiri yang mempunyai kantor cabang di Cayman Islands, Shanghai-Tiongkok, Hong Kong, Singapura, Dili-Timor Leste, London, dan kantor Mandiri International Remittance, Kuala Lumpur-Malaysia. Sementara itu, BRI memiliki kantor cabang di Singapura, New York, Cayman Islands, dan kantor cabang pembantu Timor Leste.

Ketujuh, satu tantangan lagi adalah menyatukan dua budaya organisasi atau budaya kerja (corporate culture). Sungguh tidak mudah menyatukan budaya organisasi Bank Mandiri yang dibawa lima direksinya ke BNI dengan budaya organisasi BNI.

Apa fungsi budaya organisasi? Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2001) seperti yang dirujuk Prof. Dr. Wibowo dalam bukunya, Budaya Organisasi (2018), fungsi budaya organisasi adalah memfasilitasi komitmen kolektif sehingga perusahaan mampu membuat pekerjanya bangga menjadi bagian dari perusahaan. Anggota organisasi mempunyai komitmen bersama tentang norma-norma dalam organisasi yang harus diikuti dan tujuan bersama yang harus dicapai.

Tujuan bersama itu bisa berupa visi yang harus dicapai direksi. Visi tersebut ditetapkan menjadi rencana korporasi (corporate plan) lima tahunan yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis (business plan) tahunan oleh masing-masing biro atau divisi. Untuk mampu meraih visi itu, direksi dituntut dapat merangkul semua pegawai dari yang paling rendah hingga paling tinggi.

Nah, tatkala aneka faktor kunci keberhasilan itu telah terpenuhi, amat diharapkan kinerja BNI akan lebih kinclong! Sungguh! (*)

Penulis adalah Staf Ahli Pusat Studi BUMN, pengamat perbankan & salah satu penulis buku Kebangkitan BUMN Sektor Perhubungan (2019) dan buku Pandemi Corona: Virus Globalisasi (2020).

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

2 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

3 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

4 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

5 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

6 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

6 hours ago