Poin Penting
Jakarta – HSBC baru saja merilis hasil survei terbaru bertajuk “HSBC Global Trade Pulse 2”. Survei yang berisi tentang pandangan perdagangan global ini terdiri atas 6.750 responden yang menempati posisi decision making atau pemimpin dari 17 negara.
Di Indonesia sendiri, survei HSBC Global Trade Pulse 2 menyasar 200 nasabah/perusahaan, yang terdiri atas perusahaan multinasional, perusahaan lokal besar, dan perusahaan menengah.
Dari survei ini terlihat, 46 persen responden di Indonesia meyakini ketidakpastian tarif dan perdagangan dunia akan memengaruhi perekonomian global secara negatif. Namun, 53 persen sisanya berharap ada dampak positif terhadap bisnis mereka.
Responden di Indonesia juga lebih percaya diri menghadapi perubahan regulasi dan tarif dengan 40 persen menyatakan bahwa mereka terinformasi dan sudah mempersiapkan diri mereka secara matang, dibandingkan 38 persen secara global.
Baca juga: HSBC Indonesia Rilis Skema Kredit Berbasis ESG untuk Usaha Menengah, Ini Kelebihannya!
Lebih spesifik lagi, 69 persen bisnis di Indonesia sudah mengantisipasi dampak positif dari ketidakpastian perdagangan dalam dua tahun ke depan, dibandingkan 57 persen rata-rata global. 73 persen bisnis di Indonesia juga telah mengantisipasi kenaikan biaya dari ketidakpastian perdagangan dalam dua tahun mendatang, dibandingkan 67 persen rata-rata global.
Kemudian, 67 persen bisnis di Indonesia sudah mengantisipasi kenaikan pendapatan dalam dua tahun mendatang, dibandingkan 58 persen rata-rata global.
Di samping itu, bisnis di Indonesia juga sudah mengambil tiga langkah utama untuk merespons ketidakpastian perdagangan. 52 persen sudah mengembangkan rencana pengelolaan risiko (10 persen lebih tinggi ketimbang rerata global), 47 persen mengalihkan fokus ke pasar domestik (12 persen lebih tinggi ketimbang rerata global), serta 47 persen lainnya mendiversifikasi sumber pendapatan (7 persen lebih tinggi ketimbang rerata global).
Sementara itu, Country Head Global Trade Solutions HSBC Indonesia, Delia Melissa mengungkapkan ada sejumlah sektor usaha di Indonesia yang memiliki prospek baik ke depan dengan potensi besar untuk berekspansi di Asia. Sektor pertama yakni consumer goods.
“Jadi, they are already big in Indonesia, so mereka on a very good position untuk bisa ekspansi di market Asia,” ujar Delia saat acara media briefing hasil Survei HSBC Global Trade Pulse 2 di Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025.
Kedua adalah sektor elektronik. Sektor ini sudah mempunyai infrastruktur yang kuat di Indonesia, dan bisa berekspansi lebih luas ke kawasan Asia lainnya.
“Dan yang terakhir juga ada online travel agency. Tadinya domestic market Indonesia itu besar sekali, tapi mereka melihat bahwa pariwisata Asean itu adalah something yang mereka bisa marketize,” sebut Delia.
Di samping itu, ada electric vehicle (EV), yang mana menarik banyak foreign direct investment (FDI) ke Indonesia, dan produk jadinya berpotensi diekspor ke negara lain di ASEAN.
Sedangkan untuk sektor usaha yang agak rentan ialah tekstil dan garmen. Pasalnya, kedua sektor tersebut banyak mengekspor produknya ke Amerika Serikat (AS) yang menerapkan tarif dagang.
“Cuma balik lagi pemain Indonesia itu mereka lihat opportunity tekstil dan garmen di Indonesia, bahwa mereka bisa menjualnya di pasar lokal dan lewat online marketplace. Jadi, itu yang in the past 12 months kita lihat di kondisi lapangan,” jelas Delia.
Baca juga: Ketua Perbanas Ungkap Banyak Negara ASEAN Ingin Miliki Bisnis Bank di Indonesia
Secara keseluruhan, 92 persen bisnis di Indonesia menyatakan kepercayaan diri mereka untuk mengembangkan perdagangan internasional mereka dalam dua tahun ke depan, dengan mayoritas aktivitas ekspansi terkonsentrasi di Asia Tenggara.
Lima negara di dunia menjadi fokus terbesar dalam ekspansi bisnis dari Indonesia, yaitu Singapura (42 persen), Malaysia (32 persen), Jepang (27 persen), Australia (24 persen), dan Thailand (22 persen).
Selain itu, 72 persen bisnis di Indonesia turut melaporkan peningkatan modal kerja sejak 2024 sebagai respons terhadap ketidakpastian perdagangan dan tarif, berbanding 62 persen rata-rata global. (*) Steven Widjaja
Poin Penting Kopdes Merah Putih percepat hilirisasi dan efisiensi rantai pasok, sehingga nilai tambah kembali… Read More
Poin Penting Pelaku usaha diminta perlu lebih agile dan menerapkan GRC untuk menghadapi ketidakpastian global… Read More
Poin Penting DFI Nusantara mencatat pendapatan Rp3,51 triliun (tumbuh 4 persen) dan kenaikan laba operasi… Read More
Poin Penting Industri asuransi tetap tangguh dengan total aset Rp1.181,21 triliun per September 2025, didukung… Read More
Poin Penting ACPI dan Bank Kalbar menjalin kerja sama strategis untuk menyediakan produk Asuransi Kebakaran… Read More
Poin Penting Adopsi AI butuh ekosistem dan kesiapan infrastruktur, karena banyak implementasi gagal akibat kurangnya… Read More