Moneter dan Fiskal

Surplus Neraca Perdagangan RI Menurun jadi USD1,31Miliar

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 kembali mencatat surplus yaitu sebesar USD1,31 miliar.

Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, neraca perdagangan Indonesia hingga Juli 2023 telah mencatatkan surplus selama 39 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Meski demikian, surplus Juli 2023 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan Juli 2022.

Baca juga: Ekspor RI Anjlok 18,03 Persen per Juli 2023, Ini Pemicunya

Lebih lanjut, surplus neraca perdagangan ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas tercatat surplus sebesar USD3,22 miliar. Disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral terutama batu bara, lemak dan minyak hewan/nabati dan Besi utamanya CPO, serta barang besi dan baja.

“Surplus neraca perdagangan non migas Juli 2023 ini, lebih rendah dibandingkan dengan bulan lalu dan bulan yang sama pada tahun sebelumnya,” kata Amailia dalam Rilis BPS, Selasa 15 Agustus 2023.

Sedangkan, neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukan defisit sebesar USD1,91 miliar, utamanya komoditas penyumbang defisit yaitu minyak mentah dan hasil minyak.

“Defisit neraca perdagangan migas di Juli 2023 lebih besar dibandingkan bulan lalu, namun lebih rendah dibandingkan bulan yang sama tahun lalu,” ungkapnya.

Secara kumulatif, hingga Juli 2023 total surplus neraca perdagangan indonesia mencapai USD21,24 miliar aau lebih rendah sekitar USD7,88 miliar bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Ia mengungkapkan, tiga negara dengan surplus neraca perdagangan non migas terbesar bagi Indonesia yaitu India mencatatkan surplus sebesar USD1.376 juta dengan lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

Baca juga: Simpan Dolar di RI Aman, Gubernur BI Berani Kasih Jaminan ke Eksportir

Kemudian, Amerika Serikat mengalami surplus sebesar USD1.148 juta. Serta, Filipina mengalami surplus USD718,6 juta.

Selain itu, untuk tiga negara yang mengalami defisit terbesar yaitu Tiongkok defisit sebesar -USD612 juta dengan komoditas utamanya mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, dan plastik dan barang dari plastik.

Selanjutnya, Australia mengalami defisit sebesar USD549,3 juta dan Jerman mengalami defisit sebesar USD459 juta. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Irawati

Recent Posts

Strategi Asuransi Tri Prakarta Perkuat Layanan bagi Nasabah

Poin Penting Tri Pakarta merelokasi Kantor Cabang Pondok Indah ke Ruko Botany Hills, Fatmawati City,… Read More

7 mins ago

Livin’ Fest 2025 Siap Digelar di Grand City Convex Surabaya, Catat Tanggalnya!

Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menghadirkan Livin’ Fest… Read More

2 hours ago

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

16 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

16 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

17 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

18 hours ago