Jakarta – Pelaku industri multifinance patut mewaspadai kemungkinan non performing financing (NPF) kembali meningkat. Apalagi setelah pemerintah memberlakukan kebijakan PPKM Darurat sejak awal Juli 2021. Pembatasan kegiatan berpotensi menekan income masyarakat, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kemampuan konsumen membayar angsuran. Maka langkah-langkah strategis dibutuhkan sebagai antisipasi.
“Kita harus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dengan manajemen risiko. Kita melakukan seleksi pada customer. Lalu, kita memiliki scoring model pada underwriting atau lending criteria dalam melakukan penilaian risiko. Kita juga memonitor NPF. Tim kita melakukan set up berbagai skenario berdasarkan situasi-situasi berbeda yang terus berubah,” jelas Chief Executive Officer PT SGMW Multifinance Indonesia (Wuling Finance) Alan Wang.
Ia melanjutkan, untuk restrukturisasi, pihaknya hanya menyetujui permohonan dari konsumen dengan riwayat pembayaran yang baik. Wuling Finance juga membagi segmen konsumen. NPF di setiap segmen dipantau, termasuk apa penyebabnya. Jika NPF muncul karena tekanan pandemi, maka Wuling Finance akan melakukan restrukturisasi. Tapi bila penyebabnya adalah masalah lain, misalnya saja fraud, maka dilakukan metode lain untuk menanganinya.
“Jadi kita tetap memonitor setiap segmen secara detail untuk mengetahui penyebab dan mencari solusi dengan metode berbeda untuk sebab yang berbeda. Kami optimis dengan kolaborasi tim yang kuat dan dukungan teknologi, bisa tetap menjaga NPF di level rendah, seperti saat ini di kisaran 0,81%,” ujarnya.
Wuling Finance, kata Alan Wang, sangat baik dalam melakukan pencegahan. Proses pengajuan kredit dilakukan lewat aplikasi Mobile Order di smartphone. Kemudian survei didukung dengan aplikasi Mobile Survey, di mana setelah data masuk ke dalam sistem, secara otomatis tim underwriting dapat lebih mudah melakukan seleksi kredit dengan didukung sistem lending criteria dan credit scoring internal serta dukungan dari SLIK dan Pefindo Rating. Dengan seleksi tersebut, nasabah berkualitas bisa didapatkan. Dukungan sistem kerja risk management yang didukung teknologi sangat membantu perusahaan, terutama dalam situasi pandemi COVID-19, untuk menghindari adanya peningkatan NPF.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPF industri multifinance pada Mei 2021 berada di level 4,05%. Posisi tersebut sedikit membaik bila dibandingkan periode Juni dan Juli 2020, di mana NPF industri multifinance tembus di atas 5%. Sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, NPF industri multifinance terjaga di kisaran 2%. Ari Astriawan.
Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menjalin kolaborasi strategis dengan menyalurkan pembiayaan sebesar Rp327,3… Read More
Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More