Moneter dan Fiskal

Stimulus APBN 2021: Mampukah Mendongkrak Daya Beli Masyarakat dan Dunia Usaha

Oleh: Dr. H. Serian Wijatno, SE, MM, Mh

SRI Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, berulang kali memaparkan ke media, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah bekerja keras. Pendek kata, jika tidak ada stimulus, maka ekonomi Indonesia akan jatuh lebih dalam kontraksinya. Tidak seperti sekarang yang minus 2,19%. 

Menurut Sri Mulyani Indrawati, melalui pelebaran defisit APBN 2020 hingga 6,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), realisasi belanja Negara Rp2.589,9 triliun, termasuk realisasi dana PEN Rp579,8 triliun, Negara hadir untuk mencegak kontraksi ekonomi lebih dalam akibat Pandemi-COVID-19.

Pada tahun 2021, APBN dan kebijakan fiskal tampaknya melanjutkan perannya sebagai alat pendorong pemulihan ekonomi nasiona. Tahun 2020 satu-satunya komponen pertumbuhan ekonomi yang positif bersumber dari APBN. Menurut data Kementerian Keuangan RI, tahun 2021 ini, dana PEN sebesar Rp688,33 triliun. Atau, naik dibandingkan tahun sebelumnya.

Rinciannya, untuk kesehatan Rp173,30 triliun, atau naik dari tahun 2020 yang sebesar Rp63,51 triliun, dana perlindungan social Rp150,21 triliun, dari sebelumnya Rp220,39 triliun. Tidak ketinggalan untuk dana membantu UMKM dan pembiayaan korporasi Rp187,17 triliun, atau naik dari Rp173,17 triliun. Dan, untuk insentif usaha berupa insentif pajak jumlahnya naik menjadi Rp56,12 triliun dari Rp53,86 triliun.

Jika kita bandingkan dengan krisis sebelumnya, pada krisis tahun 1998 telah dilakukan reformasi tatanan politik yang lebih demokratis dan otonomi daerah. Selain itu juga dilakukan reformasi di tubuh Bank Indonesia menjadi lebih independen dan munculnya UU Keuangan Negara.

Pada tahun 2008 – dimana terjadi krisis keuangan global dan Amerika Serikat (AS) sebagai episentrum krisis telah mengubah tata kelola keuangan yang lebih baik, termasuk pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Untuk itu, pasca Pandemi-COVID-19 perlu dipikirkan reformasi yang menyangkut tentang sumber daya manusia dan sekaligus mempermulus UU Cipta Kerja yang sudah dimulai.

Langkah-langkah itu meliputi pengembangan SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur, malanjutkan reformasi birokrasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi menuju digital. Itulah hal-hal yang perlu dipikirkan ke depan, tidak hanya menyangkut stimulus ekonomi untuk mengatasi krisis akibat Pandemi COVID-19.

Dalam jangka pendek ini, ada beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan. Pertama suksesnya program vaksinasi, sehingga menimbulkan optimisme baru. Kedua, faktor APBN 2021 yang ekspansif untuk melanjutkan program-program tahun 2020 yang terbukti ampuh mendorong pertumbuhan, sehingga tidak kontraksi terlalu dalam.

Untuk itu pula, pemerintah setidaknya menjaga trend pertumbuhan yang positif. Langkahnya melanjutkan stimulus yang sudah digambarkan tadi, terutama insentif untuk dunia usaha. Jika perlu sebuah kebijakan ke sektor perbankan untuk dunia usaha, untuk pemulihan ekonomi dan peningkatan daya beli.

Pada tahap berikutnya, setelah melakukan langkah-langkah dorongan kepada dunia usaha, perlu juga ditindak lanjuti dengan kebijakan mengembangkan sektor-sektor ekonomi potensial. Satu, paling tidak memberikan dukungan ke dunia usaha – lebih focus dan targeted, terutama pada sektor-sektor  potensial sumber pemulihan ekonomi, seperti sektor pariwisata. Dua, pemerintah perlu terus mendorong kebijakan agar terjadi ekspansi usaha, terutama menyangkut perpajakan dan aturan yang membelenggu di daerah-daerah.

Kehadiran pemerintah, dalam hal ini tertuang dalam APBN 2020 dan APBN 2021, paling tidak menjaga agar tidak terjadi kontraksi yang lebih dalam. Sekarang ini dibutuhkan adalah mendorong dunia usaha untuk ekspansi – agar terjadi pergerakan roda ekonomi sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Dan, tentu semua itu tergantung pada vaksinasi sehingga herd immunity terjadi lebih cepat dan stimulus ekonomi akan mempunyai daya dorong yang juga akan lebih besar. Dunia usaha menjadi kunci target agar bergerak lebih cepat, sehinga kembali terjadi peningkatan permintaan terhadap kredit perbankan.

Jika dunia usaha sudah bergerak, maka di situlah awal dan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi bergerak positif. Dan, tentu dimulai dengan perbaikan daya beli masyarakat. Semua itu agar kerja keras APBN berbuah hasil yang lebih besar dan punya daya dorong yang lebih tinggi dari sebelumnya.

*) Penulis adalah Pengamat Ekonomi dan Mantan Praktisi Perbankan, Keuangan dan Pendidikan

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

2 hours ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

3 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

3 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

4 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

5 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

5 hours ago