Moneter dan Fiskal

Sri Mulyani Pusing, RI Bisa Rugi Jika Climate Change Tak Diatasi

Jakarta – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menyebutkan kerugian negara bila climate change tidak segera diatasi, yaitu akan berdampak sebesar 0,66% sampai 3,45% dari Produk Domestik Bruto (GDP) pada tahun 2030.

“Kalau climate change dibiarkan bukan berarti kemudian tidak akan ada konsekuensinya. Sebesar 80% dari bencana alam berhubungan hidrometeorologi dan itu telah menimbulkan kerugian ekonomi yang diperkirakan nilainya bisa 0,66% -3,45% dari GDP pada tahun 2030,” ujar Sri Mulyani dalam acara The 11th Indonesia EBTKE Conference and Exhibition 2023, Rabu 12 Juli 2023.

Baca juga: Bencana Alam Bikin Kerugian Negara Hingga Rp22,8 Triliun per Tahun

Dia mencontohkan, kalau di 2023 GDP Indonesia sebesar Rp20.000 triliun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi terjaga di 5%, bisa dibayangakan income perkapita akan naik jadi USD10.000 dikali jumlah penduduk, maka RI akan memiliki GDP mencapai 2 kali lipat dalam kurang lebih 7 tahun mendatang. Misalnya saja menjadi Rp40.000 triliun di tahun 2030, jadi 3,45% dari angka tersebut itulah kerugian negara akibat climate change.

“Sekarang udah 2023, katakanlah Rp40.000 triliun dan 3,45% dari GDP itu adalah kerugian so for sure kita akan menghadapi potensial damage dan lost yang sangat signifikan,” katanya.

Oleh karena itu, untuk menghindari konsekuensi katastropik perubahan iklim, bukan hanya mengikuti secara internasional, namun melayani kepentingan di negara sendiri. Bahkan, Indonesia sudah berkomitmen mengurangi emisi karbon dalam NDC yang berkontribusi sebesar 29% yang meningkat menjadi 31,8% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% atau meningkat menjadi 43,2% dengan dukungan internasional.

“Ini artinya di satu sisi kita akan pertumbuhan permintaan terhadap energi yang makin tinggi karena masyarakat makin maju, sejahtera, konsumsi energi makin tinggi, dan oleh karena itu pembangunan pembangkit listrik akan terus meningkat. Tapi, bagaimana supaya kita mambangun jumlah kapasitas pembangkit listrik tanpa memperburuk CO2 atau bahkan menurunkan hingga 41% CO2-nya,” ungkap Menkeu.

Baca juga: Potensi Pendapatan Negara dari Pajak Natura Masih ‘Abu-Abu’

Menkeu menambahkan, maka solusi dari pertumbuhan permintaan yang direspons dengan permintaan suplai tanpa memperburuk emisi CO2 adalah renewable energy atau energi terbarukan. (*)

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Intip Strategi Zurich Topas Life Pacu Pertumbuhan Bisnis

Jakarta - Zurich Topas Life terus memperkuat posisinya di industri asuransi dengan beragam inovasi digital… Read More

54 mins ago

IHSG Berpeluang Terkoreksi, Simak 4 Rekomendasi Saham Berikut

Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More

1 hour ago

Allianz Syariah Ajak Masyarakat Pahami Pentingnya Perlindungan Asuransi

Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz Syariah) terus berupaya meningkatkan literasi masyarakat tentang… Read More

9 hours ago

BPJS Ketenagakerjaan Terapkan Strategi Baru untuk Tangkal Fraud

Jakarta – Pesatnya perkembangan teknologi di era modern tidak hanya membawa kemudahan, tetapi juga meningkatkan… Read More

9 hours ago

Tingkatkan Kesejahteraan Pensiunan, Bank Mandiri Taspen Hadirkan Program Wirausaha

Jakarta - Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap) terus menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan para nasabahnya,… Read More

9 hours ago

OJK Sebut Rencana BTN Akuisisi Bank Syariah Masih Evaluasi Internal

Jakarta – Rencana aksi korporasi BTN untuk mengakuisisi bank syariah lain masih belum menemukan titik terang. Otoritas… Read More

11 hours ago