Jakarta – Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menjelaskan soal adanya informasi terkait pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 (Permendag No.36/2023) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto meluruskan bahwa Permendag No.36/2023 tidak dilakukan pencabutan, melainkan hanya direvisi kembali.
Keputusan tersebut merupakan hasil rapat untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi Permendag No.36/2023 jo.03/2024.
Adapun revisi pertama, terkait dengan barang kiriman PMI (Pekerja Migran Indonesia). Disepakati bahwa barang kiriman PMI adalah barang milik PMI yang dikirim oleh PMI yang sedang bekerja di luar negeri dan tidak untuk diperdagangkan.
“Sehingga tidak perlu diatur dalam Permendag tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Permendag 36/2023 jo. 3/2024,” jelas Haryo dalam keterangan resminya, 17 April 2024.
Baca juga: Nilai Ekspor dan Impor RI Januari 2024 Turun, BPS Ungkap Penyebabnya
Lebih lanjut, aturan impor barang kiriman PMI mendasarkan pada ketentuan Permenkeu 141/ 2023 tentang Ketentuan Impor Barang PMI yang pelaksanaannya dilakukan oleh Bea Cukai (DJBC).
“Pemerintah akan segera melakukan revisi/perubahan Permendag 36/2023 jo. 3/2024, khususnya dengan mengeluarkan dari Permendag: Lampiran Ill Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia yang mengatur mengenai Jenis/ Kelompok Barang dan Batasan Jumlah Barang setiap Pengiriman Barang,” jelas Haryo.
Adapun pengaturan batasan Barang Kiriman PMI dilakukan sesuai PMK 141/2023 di antaranya, PMI dapat melakukan pengiriman barang milik PMI yang dikirim oleh PMI yang sedang bekerja di luar negeri dan tidak untuk diperdagangkan.
Ketentuan pembatasan jenis dan jumlah barang tidak diberlakukan, namun ada pembatasan nilai barang yang mendapatkan Pembebasan Bea Masuk, Tidak Dipungut PPN, PPnBm dan PPh Pasal 22 Impor.
Kemudian, barang kiriman PMI diberikan Pembebasan Bea Masuk dengan nilai pabean sebanyak USD500 setiap pengiriman, paling banyak 3 kali pengiriman per tahun untuk PMI yang tercatat atau paling banyak USD1,500 per tahun.
Apabila terdapat kelebihan dari nilai barang USD500 atau lebih dari USD1,500 untuk PMI tercatat, maka atas kelebihan nilai tersebut akan diperlakukan sebagai Barang Kiriman biasa (Non-PMI) dan dikenakan Bea Masuk sebesar 7,5 persen (sesuai PMK 141/2023).
“Pemenuhan ketentuan larangan pembatasan diberlakukan dengan mengacu ketentuan Barang Dilarang Impor dan K3L,” tegasnya.
Selain Barang Kiriman PMI, juga telah disepakati pengaturan atas Barang Pribadi Bawaan Penumpang yang juga akan dikeluarkan dari pengaturan pada Permendag No.36/2023 jo. No.03/2024, dan sepenuhnya diatur dalam PMK.
Baca juga: Catat! Empat Barang Impor Ini Bakal Kena Pajak Tinggi
Terkait dengan penerbitan Pertimbangan Teknis (Pertek) atas beberapa komoditas, disepakati untuk diberikan penundaan mempertimbangkan kesiapan regulasi dan sistem di K/L terkait, dan disepakati untuk mengembalikan ketentuan Permendag No.03/2024 ke semangat kemudahan impor sesuai ketentuan.
“Akan diatur penerapan masa transisi perubahan Permendag No.36/2023 jo. No.03/2024 sehingga tidak menimbulkan kendala dan permasalahan dalam implementasi di lapangan,” pungkasnya.
Pembahasan dan pengaturan lebih lanjut atas Perubahan Permendag 36/2023 jo. 3/2024, akan segera dibahas dalam Rapat Koordinasi Teknis yang melibatkan seluruh K/L terkait dan akan dikoordinasikan oleh Sesmenko Perekonomian. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More