Jakarta – Kasus bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) sebagai pemberi pinjaman startup di Amerika Serikat (AS), pada Jum’at (10/3) mengejutkan banyak pihak. Utamanya, pada sektor keuangan di Negeri Paman Sam.
Di mana, tumbangkan SVB di sebut menjadi yang terbesar kedua setelah era Great Recession. Apalagi, SVB pernah mengklaim sebagai bank untuk hampir setengah dari seluruh perusahaan rintisan di AS pada tahun 2021.
Para pendiri perusahaan rintisan di sana pun ketar-ketir. Mereka mulai khawatir perihal akses terhadap uang dan gaji para karyawan mereka. Pasalnya, regulator California memutuskan untuk menutup akses serta menyita aset sang pemberi pinjaman bagi banyak startup.
Dampak tumbangnya SBV pun mulai menyebar ke seluruh dunia. Di Inggris, unit SVB dinyatakan bangkrut. Mereka, telah berhenti beroperasi dan tidak lagi menerima nasabah baru.
SVB juga ada di Denmark, Jerman, India, Israel, dan Swedia. Pendiri memperingatkan bahwa kegagalan bank tersebut dapat menghapus cabang di seluruh dunia.
Menariknya, efek domino tersebut tidak terlalu berpengaruh kepada kondisi perbankan di Tanah Air yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.
“Koneksinya juga kecil antara bank-bank di Indonesia dengan bank yang bermasalah di sana. Jadi dampaknya terhadap Indonesia relatif kecil,” kata Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman, saat dikonfirmasi Infobanknews, Selasa, 14 Maret 2023.
Lanjtnya, performa perbankan Indonesia yang masih stabil dilihat dari likuiditas yang baik dan kinerja lainnya seperti tingkat keuntunganm risiko pasar, risiko kredit yang masih terjaga dan tumbuh positif.
“Apalagi SVB juga dipantau secara lekat oleh otoritas kebijakan karena mereka juga tidak ingin berdampak sistemik terhadp sektor keuangan mereka,” jelasnya.
Meski begitu kata Rizal, Indonesia juga harus meningkatkan kewaspadaan karena risiko penularan bisa sangat cepat karena dari sisi sistem yang sudah digital. Di mana, hubungan antar institut keuangan antar negara masih terkoneksi satu sama lain.
Senada, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun meminta para pelaku di sektor perbankan tidak perlu panik. Pasalnya bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startup maupun kripto.
“Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dikutip, Senin, 13 Maret 2023.
Pihaknya menegaskan, bahwa OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) buka suara soal isu kebocoran data nasabah yang disebabkan… Read More
Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan memperluas layanan BI FAST dengan menghadirkan fitur transaksi kolektif (bulk… Read More
Jakarta – Harga saham PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) anjlok 24,24 persen atau terkena… Read More