Jakarta – Silicon Valley Bank resmi tutup Jumat pagi akibat krisis permodalan. Tutupnya Silicon Valley Bank ini kemudian dinilai sebagai kegagalan terbesar kedua pada industri keuangan dalam sejarah AS.
Regulator California menutup bank penyalur modal untuk perusahaan teknologi tersebut, dan menempatkannya di bawah kendali US Federal Deposit Insurance Corporation. FDIC memiliki peran untuk menjaga dana nasabah pada lembaga keuangan yang tengah bermasalah, dimana FDIC akan melikuidasi aset bank untuk mengembalikan dana nasabah, termasuk kepada deposan dan kreditur.
FDIC sebagai lembaga pemerintah independen yang menjamin simpanan di bank dan mengawasi lembaga keuangan, menyatakan bahwa semua deposit nasabah yang terjamin akan bisa diakses penuh oleh nasabah paling lama Senin pagi nanti. Dikatakan pula, FDIC akan membayar deposit-deposit yang tidak terjamin sebagai dividen di muka pada minggu depan.
Penurunan kinerja Silicon Valley Bank sebagian diakibatkan dari kenaikan suku bunga agresif Federal Reserve atau The Fed selama setahun terakhir.
Ketika suku bunga mendekati nol, bank memuat perbendaharaan jangka panjang dengan risiko rendah. Tetapi ketika The Fed menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, nilai aset tersebut telah jatuh, dan membuat bank-bank mengalami kerugian yang tak terduga.
Kenaikan suku bunga yang semakin tinggi oleh The Fed juga berdampak signifikan terhadap industri startup. Kenaikan suku bunga telah mengurangi nilai saham perusahaan teknologi dan membuatnya sulit untuk mendapatkan permodalan. “Kondisi ini mendorong banyak perusahaan teknologi untuk menarik simpanan yang mereka simpan di SVB untuk mendanai operasi mereka,” ujar Kepala Ekonom Moody, Mark Zandi, dikutip dari CNN, Sabtu, 11 Maret 2023.
Suku bunga yang semakin tinggi turut menurunkan nilai aset dan sekuritas lain yang dibutuhkan SVB untuk membayar deposan. “Semua ini memicu pelarian simpanan mereka yang memaksa FDIC mengambil alih SVB,” jelas Mark.
Di satu sisi, Wakil Menteri Keuangan AS, Wally Adeyemo, berusaha meyakinkan publik tentang kesehatan sistem perbankan setelah runtuhnya SVB secara tiba-tiba.
“Regulator federal memperhatikan lembaga keuangan khusus ini dan ketika kami memikirkan tentang sistem keuangan yang lebih luas, kami sangat yakin dengan kemampuan dan ketahanan sistemnya,” ucap Wally seperti dikutip dari CNN.
Wally lebih lanjut mengatakan bahwa para pejabat AS tengah mempelajari lebih banyak informasi tentang kolapsnya Silicon Valley Bank. Dia berpendapat perombakan reformasi keuangan Dodd-Frank, yang ditandatangani menjadi undang-undang pada tahun 2010, telah menjadi senjata ampuh regulator untuk mengatasi permasalahan perbankan, serta meningkatkan kapitalisasi bank.
Wally menolak untuk memprediksi dampak yang dapat diberikan dari tutupnya SVB ini terhadap industri teknologi atau ekonomi yang lebih luas. Steven Widjaja
Jakarta – Pemerintah tengah mempersiapkan aturan mengenai revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA)… Read More
Jakarta - PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) terus melakukan ekspansi bisnis dengan memperluas… Read More
Jakarta - KPK pada Kamis, 19 Desember 2024, menggeledah kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas… Read More
Jakarta – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah salah satu ruangan direktorat Otoritas Jasa… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) bersama Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) pionir layanan dan Perum DAMRI… Read More
Jakarta – Bank Mandiri kembali menegaskan komitmennya dalam pemberdayaan ekonomi perempuan melalui kolaborasi strategis dengan… Read More