Pemeriksaan ahli yang diajukan dari Investigator.
Poin Penting
Jakarta – Sidang lanjutan perkara dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 di sektor layanan peer-to-peer lending kembali digelar. Kali ini, memasuki pemeriksaan ahli yang diajukan dari Investigator.
Berdasarkan keterangan resmi KPPU, sidang tersebut menghadirkan Ahli Hukum Persaingan Usaha yang juga Anggota KPPU Periode 2006-2018, Prof. Dr. Sukarmi, S.H., M. Hum.
“Hadir dalam persidangan untuk memberikan keterangannya mengenai unsur-unsur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang penetapan harga,” tulis KPPU.
Adapun sidang perkara dengan nomor register 05/KPPU-I/2025 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Layanan Pinjam-Meminjam Uang atau Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending) di Indonesia ini dipimpin oleh Ketua Majelis Komisi Rhido Jusmadi bersama Anggota Majelis Komisi Aru Armando, Moh. Noor Rofieq, Hilman Pujana, dan hadir secara daring M. Fanshurullah Asa dan Mohammad Reza.
Dalam sidang itu pula, Majelis Komisi memberikan kesempatan bagi Investigator dan para Terlapor untuk mengajukan pertanyaan pada Ahli.
Baca juga : Sidang Lanjutan Dugaan Kartel Pindar: KPPU Minta Keterangan Mekanisme Penetapan Bunga AFPI
Ahli Sukarmi mengatakan bahwa ketentuan yang diatur dalam Hukum Persaingan Usaha antara lain pengaturan harga, pengecualian UU, perilaku per se illegal, offering dan acceptance, norma dan alat bukti, perjanjian, serta kewenangan KPPU.
Ahli Sukarmi turut menjelaskan pandangannya mengenai keterlibatan pelaku usaha dalam suatu asosiasi dari perspektif persaingan usaha.
“Setiap bentuk kesepakatan yang dibuat di antara anggota asosiasi berpotensi melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” bebernya.
Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada 24 November 2025 dengan agenda pemeriksaan Ahli yang diajukan dari Terlapor.
Baca juga : Sidang Lanjutan Dugaan Kartel Pindar: KPPU Minta Keterangan Mekanisme Penetapan Bunga AFPI
Sebelumnya, pada Selasa (21/10), KPPU menghadirkan Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar sebagai saksi.
Sidang tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 yang menyoroti dugaan kesepakatan penetapan suku bunga di industri layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
“AFPI, sebagai asosiasi yang menaungi berbagai penyelenggara fintech lending, dimintai keterangan mengenai mekanisme penetapan suku bunga dan kebijakan asosiasi terhadap anggotanya,” tulis keterangan resmi KPPU, Selasa, 21 Oktober 2025.
Sementara itu, dalam berbagai kesempatan, AFPI sudah menegaskan apabila tidak terjadi permainan manfaat ekonomi di antara para pemain. Pembatasan suku bunga dilakukan justru untuk melindungi nasabah.
Kuseryansyah, Kepala Bidang Humas AFPI, bahkan menilai kalau suku bunga yang ditentukan berdasarkan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bertujuan supaya masyarakat bisa membedakan pindar dengan pinjaman online (pinjol) ilegal.
“Bahkan, kami dari industri ini mendisosiasi (dan) nggak mau bisa disebut sebagai pinjol. Karena, pinjol yang seperti itu konotasinya negatif,” tegasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More
Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More
Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More
Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More
Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More
Bank Muamalat memberikan layanan “Pusat Bantuan” Muamalat DIN. Selain untuk pembayaran, pembelian, atau transfer, nasabah… Read More