Ilustrasi: Tim Nawadata. (Foto: istimewa)
Poin Penting
Jakarta – Menginjak usia lebih dari satu dekade, Nawadata kian memantapkan posisinya sebagai salah satu konsultan teknologi informasi berpengaruh di industri keuangan Indonesia. Di tengah percepatan digitalisasi dan derasnya tuntutan regulator, perusahaan ini mampu bertahan, tumbuh, dan menjadi rujukan bagi bank serta lembaga keuangan nasional.
CEO Nawadata, Johan Peterson, menyebut perjalanan 10 tahun terakhir bukan semata soal membangun teknologi, tetapi juga merawat kepercayaan industri.
“Kami bertahan karena sejak hari pertama fokus pada satu hal: memahami industri keuangan lebih dalam daripada siapa pun,” ujarnya dikutip 21 November 2025.
Johan menegaskan bahwa kunci keberhasilan Nawadata dalam melewati dekade pertama adalah keberanian mengambil posisi sebagai specialist, bukan generalist.
Dengan fondasi pengalaman lebih dari 40 tahun di sektor perbankan dan 25 tahun pengembangan perangkat lunak dari para pendirinya, perusahaan ini sejak awal memilih bermain di ranah yang sangat spesifik, yakni kepatuhan regulasi, risiko, dan efisiensi operasional.
Baca juga: CTI Group Bahas Peluang Industri Teknologi di Tengah Tekanan Ekonomi Global
Langkah strategis itu terbukti tepat. Nawadata berhasil menjadi pelopor solusi regulatory reporting berbasis cloud yang 100 persen lolos audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini sebuah capaian yang hingga kini belum banyak ditiru pemain lain.
“Kepercayaan regulator adalah aset. Begitu Anda memenuhinya, institusi keuangan akan datang dengan sendirinya,” kata Johan.
Memasuki fase pertumbuhan, Nawadata menancapkan reputasi sebagai perusahaan yang menghadirkan teknologi bukan berdasarkan tren, melainkan kebutuhan nyata industri.
Produk seperti OneReporting, OneFCC, OneRisk, OneLoan, hingga Business Process Automation (BPA) dikembangkan dengan pendekatan modular dan fleksibel—yang menjadi keunggulan kompetitif utama mereka.
Model ini membuat Nawadata diterima oleh berbagai institusi besar seperti CIMB Niaga, Bank Syariah Indonesia, Bank Tabungan Negara (BTN), HSBC Indonesia, Danamon, SMBC, Standard Chartered, Bank Jago, Pegadaian, Zurich Insurance, serta sejumlah bank besar lainnya.
“Di industri keuangan, tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua. Karena itu kami membangun teknologi yang bisa diintegrasikan, bukan yang memaksa bank untuk mengubah semua prosesnya,” ujar Johan.
Baca juga: Confluent Perluas Fitur Tableflow untuk Perkuat Analitik Realtime dan AI
Memasuki usia ke-10, Nawadata mulai menatap masa depan dengan strategi tiga pilar: AI, automasi, dan data analytics. Johan menyebut arah ini merupakan respons terhadap kebutuhan perbankan modern yang kini mengedepankan keputusan berbasis data, efisiensi operasional, serta kemampuan mendeteksi risiko secara real-time.
“Ke depan, financial industry akan semakin mengandalkan teknologi prediktif dan automasi terintegrasi. Kami sudah memetakan kebutuhan itu dan bersiap menjadi mitra bagi industri,” katanya. (*)
Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menghadirkan Livin’ Fest… Read More
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More