Jakarta – Ekonomi Jerman kini tengah menghadapi serangkaian ujian yang sangat berat. Inflasi tinggi menyeret Jerman ke dalam resesi pada kuartal I-2023.
Berdasarkan data dari Kantor Statistik Federal menyebut, ekonomi Jerman mengalami kontraksi 0,3% secara kuartalan, menyusul kontraksi serupa sebesar 0,5% pada kuartal IV-2022.
Begitu pula dengan Singapura. Ekonomi Negeri Singa itu terancam mengalami resesi setelah mengalami kontraksi pada kuartal I/2023.
Badan Statistik Singapura melaporkan, Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kenaikan 0,4% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Namun, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2023 terkontraksi 0,4% dibandingkan kuartal sebelumnya, berbalik dari pertumbuhan 0,1% pada kuartal IV/2022.
Resesi ekonomi global yang ‘menumbangkan’ dua negara maju tersebut, lantas memunculkan sejumlah pertanyaan besar. Salah satunya, efek bola saju yang bisa merembet ke negara-negara berkembang lainnya seperti Indonesia.
Kepada Infobanknews, Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, efek resesi yang terjadi pada Jerman dan Singapura akan berpengaruh terhadap performa ekonomi negara-negara berkembang di sekitar Indonesia melalui transmisi ekspor maupun investasi langsung asing (FDI).
Ia mengatakan, perekonomian Singapura melemah lantaran performa sektor manufaktur anjlok 5,6% (year-on-year/yoy), seiring permintaan produk manufaktur Singapura yang turun pada kuartal I-2023.
Sementara, performa ekonomi Jerman yang turun 0,5% YoY pada kuartal I-2023 merupakan konsekuensi daya beli konsumsi domestik yang turun akibat lonjakan inflasi yang terjadi di negara tersebut.
“Akibat lonjakan harga energi saat terjadi perang Russia-Ukraina yang mengakibatkan kelangkaan suplai energi ke negara Jerman pada tahun lalu,” jelasnya, Rabu, 31 Mei 2023.
Khusus Indonesia, dirinya memberikan catatan bahwa dampak resesi globak hanya akan memberikan pengaruh minor kepada ekonomi di Tanah Air.
Pasalnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh aktivitas domestik yang menguat selepas pencabutan pembatasan mobilitas (PPKM) oleh pemerintah sejak akhir tahun 2022.
“Ekspor Indonesia memang mengalami perlambatan laju ekspor saat ini, akan tetapi itu ter-cover oleh daya beli domestik yang masih solid,” terangnya.
Apalagi kata dia, pada periode 2023, ekonomi Indonesia akan tetap menggeliat seiring kegiatan kampanye Pemilu 2024 berlangsung. Ekonomi di Tanah Air diproyeksikan akan tumbuh 5,05% pada 2023, atau sedikit lebih rendah dari tahun 2022 sebesar 5,31%.
Meski dampak resesi tidak memberikan pengaruh besar bagi Indonesia, dirinya mewanti-wanti untuk tetap waspada akan ketidakpastian ekonomi global.
Berbagai jurus jitu bisa dilakukan agar sebuah negara bisa terhindar dari resesi ekonomi. Antara lain melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor maupun produk andalan ekspor, fokus pada produksi ekspor yang memiliki high value added, penguatan struktural ekonomi dengan berbasis aktivitas domestic.
“Tak ketinggalan, sebuah negara juga harus melakukan disiplin menjaga keseimbangan anggaran fiskal domestik dan penerapan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi fundamental negara,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More