Jakarta – Memasuki tahun politik pada 2018 dan 2019 baik saat pemilihan kelapa daerah (Pilkada) maupun pemilihan presiden (Pilpres) dikhawatirkan akan memberi dampak pada perekonomian nasional. Namun tahun politik diprediksi tidak akan memberi sentimen negatif terhadap perekonomian nasional.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fachri Ali saat seminar bertema “Tantangan dan Strategi Perusahaan Go Public Menghadapi Disruption dan Tahun Politik” yang diselenggarakan Infobank, di BEI, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Menurutnya, kondisi perekonomian nasional akan aman, selama pelaku bisnis tidak melakukan negosiasi kepada elite politik untuk kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi, maka tegas dia, dikhawatirkan di tahun Politik ini kondisi perekonomian nasional akan terkena dampak dari sentimen negatif tersebut.
“Asal dunia bisnis tidak melakukan intervensi ke dalam dunia politik untuk menguntungkan dirinya. Maka selama itu tidak dilakukan maka ekonomi akan aman, politisi juga akan aman,” jelasnya.
Dia menilai, pelaku bisnis yang bersikap lurus hanya berurusan pada urusan bisnis yang akan merespon kebijakan pemerintah.”Merekalah yang memberikan respon terhadap kebijakan ekonomi yang dibuat negara. Apakah masuk akal konteks atau tradisi pasar atau tidak. Dan harga saham ditentukan itu, bukan pertarungan politik,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya menekankan, bahwa tahun politik tak memberi dampak pada perekonomian. Termasuk, di dalamnya pasar saham.”Harga saham umumnya memberikan respon terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi yang dianggap dalam bahasa populernya tidak propasar,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, pasar saham berjalan dengan harapan dan hitungan atau kalkulasi pebisnis. Sejalan dengan itu, mekanisme pasar pun berjalan.
“Pasar itu suatu kekuatan yang mengalokasikan resources secara efisien melalui mekanisme supply and demand. Menurut saya, harga saham lepas ada yang goreng jauh bersifat teknikal, jauh dibandingkan dengan politik. Sebesar apapun pertarungan politik tak berpengaruh harga saham,” paparnya.
Dirinya mencontohkan sebuah kasus, pada krisis 1997-1998 sendiri para pelaku bisnis tidak menimbang siapa penguasa waktu itu ataupun pihak yang ditunjuk mengelola ekonomi. Melainkan, pelaku usaha justru melihat kebijakan apa yang diambil pemerintah dalam menghadapi krisis.
“Inilah yang saya maksud pebisnis telah tampil sebagai kekuatan yang bisa bernegosiasi oleh negara,” tutupnya. (*)
Jakarta – Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp20 triliun untuk kredit investasi padat karya pada tahun 2025. Anggaran… Read More
Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat per 20 Desember 2024, terdapat 22 perusahaan… Read More
Jakarta - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi risiko… Read More
Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. mencatat sebanyak 1.170.098 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada… Read More
Jakarta – Sejumlah komunitas otomotif mengapresiasi kinerja Satgas Nataru Pertamina dalam menjaga ketersedian pasokan bahan… Read More
Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus mendorong ekspor gula aren Indonesia yang semakin… Read More