Jakarta – Permintaan barang secara global yang turun akibat pandemi telah mengancam sejumlah sektor bisnis, tanpa terkecuali bisnis kargo atau perkapalan. Sektor bisnis satu ini dinilai penting dalam menjaga pasokan barang secara global.
Dengan terganggunya sektor perkapalan, maka distribusi barang secara global ikut terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu kelangkaan dan inflasi.
Data terakhir dari S&P Global Market Intelligence menyatakan bahwa ternyata pandemi bukan jadi satu-satunya faktor pelemahan tarif perkapalan akibat dibatasinya distribusi atau pergerakan sosial, tapi pergerakan kapal yang lamban juga berkontribusi besar pada pelemahan tarif kargo.
“Menurunnya aktivitas di pelabuhan, dan keterlambatan kedatangan kargo menjadi salah satu penyebab jatuhnya tarif perkapalan secara signifikan,” jelas S&P pada laporannya yang dikutip 8 September 2022.
“Karena prediksi pelemahan volume perdagangan, kita tidak berekspektasi akan munculnya kepadatan aktivitas perkapalan dalam beberapa kuartal ke depan,” tambah laporan itu.
Tarif kargo untuk kontainer atau kapal yang memuat barang mentah dan jadi sudah turun drastis dalam tiga bulan ini. Bahkan, prakiraan tarif kargo dari S&P juga memprediksi bahwa tarif untuk mengirim bahan-bahan mentah melalui jalur laut akan turun 20% sampai 30% selama satu tahun lebih sebelum kembali pulih di 2024.
Hal ini lagi-lagi memperbesar risiko terjadinya resesi global di tengah menurunnya permintaan konsumen karena tingginya biaya hidup.
Bila melihat data yang dikeluarkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO belum lama ini, pertumbuhan perdagangan dunia tengah mengalami stagnasi. Barometer yang dirilis Agustus lalu tersebut, memperlihatkan perlambatan pertumbuhan tahunan perdagangan barang, dari 5,7% di kuartal terakhir 2021 ke 3,2% pada kuartal pertama tahun ini.
Kondisi tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan antara konflik di Ukraina dan kebijakan lockdown di Tiongkok.
“Walaupun WTO telah memprediksi bahwa angka perdagangan global akan naik di tahun ini, namun ketidakpastian terus menyelimuti prediksi itu. Konflik Ukraina yang masih berlangsung, peningkatan tekanan inflasi, dan kebijakan moneter yang ketat, adalah sejumlah momok yang ada,” terang laporan barometer tersebut.
Namun demikian, harapan pulihnya tarif perkapalan dan normalnya aktivitas perdagangan dunia tetap ada, mengingat tekanan terhadap rantai pasokan global yang mulai berkurang, meskipun masih berada di level tertinggi secara historis, berdasarkan Indeks Tekanan Rantai Pasokan Global dari Federal Reserve Bank. (*) Steven Widjaja
Jakarta - Pemerintah resmi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.… Read More
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (27/12) ditutup melanjutkan pelemahannya ke… Read More
Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada crazy rich asal… Read More
Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat kenaikan signifikan dari pengguna LRT… Read More
Oleh Budi Santoso SE. Ak. MForAccy. PGCS. CA. CFE. CPA (Aust.). QIA, Vice President ACPE Indonesia Chapter… Read More
Jakarta - PT MRT Jakarta (Perseroda) mengumumkan peluncuran layanan platform e-wallet GoPay sebagai pilihan pembayaran… Read More