Jakarta – Analis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan perubahan teknologi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir semakin cepat. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap struktur perekonomian Indonesia khususnya di sektor ritel.
Ia mengatakan survei BCA di Jabodetabek tahun 2017 mengungkapkan bahwa sebagian besar toko elektronik mengalami penurunan omset seperti terjadi di Glodok, Mangga Dua dan ITC Cempaka Mas dengan rata-rata turun lebih dari 25,3 persen dibanding tahun 2016.
“Padahal ekonomi masih stabil tumbuh diangka 5,07 persen pada tahun 2017,” kata Bhima di Jakarta, Rabu, 28 Maret 2018.
Hal itu sendiri dipengaruhi oleh semakin berkembangnya sektor e-commerce. Seperti diketahui, perkembangan transaksi daring di Indonesia meningkat sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Data statistik memperkirakan bahwa total nilai transaksi daring di Indonesia pada tahun 2013 mencapai US$1 hingga
US$2 miliar. Tentunya saat ini, angka tersebut pasti jauh lebih besar mengingat pesatnya peningkatan pasar transaksi daring.
Ia mengungkapkan rata-rata penjualan e-commerce per digital buyer pada tahun 2011 adalah US$282 dan pada tahun 2016 sudah mencapai US$516.
Dengan demikian, perkembangan pesat transaksi daring di Indonesia harus dianggap sebagai potensi dan peluang
untuk mendorong para pelaku usaha dalam negeri agar melakukan transformasi digital, sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.
INDEF sendiri memperkirakan potensi transaksi daring di Indonesia masih sangat menggiurkan, setidaknya sampai tahun 2021.
Jumlah pembeli daring diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2015, yakni sebesar 22,2 juta pembeli menjadi 38,34 juta pembeli daring pada tahun 2021.
INDEF juga memprediksi bahwa nilai dari penjualan transaksi daring pada tahun 2021 meningkat sekitar 300 persen dibandingkan tahun 2015, yaitu US$4,61 miliar menjadi US$11,32 miliar pada tahun 2021.
“Artinya, pasar transaksi daring di Indonesia masih sangat potensial menjanjikan keuntungan yang besar dalam
beberapa tahun mendatang,” jelasnya.
Seperti diketahui, perkembangan transaksi daring selama ini dan dalam beberapa tahun mendatang didukung oleh beberapa hal. Diantaranya adalah terkait dengan besarnya penggunaan telepon pintar (smartphone) oleh masyarakat Indonesia.
Pada tahun 2017, menurut Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia (APJII), jumlah kepemilikan smartpone/tablet di Indonesia mencapai lebih dari 130 juta orang.
Artinya, sekitar 1 dari 2 orang Indonesia memiliki smartphone/tablet dalam genggamannya. Kepemilikan telepon pintar yang besar juga berkaitan dengan besarnya penetrasi internet di Indonesia, yakni lebih dari 143 juta orang pada tahun 2017. Angka ini meningkat sekitar 11 juta orang dalam satu tahun, yakni tahun 2016, yang berjumlah 132 juta orang.
Penetrasi internet yang sangat signifikan ini mendukung para pedagang daring melakukan transaksi dan melakukan
ekspansi usahanya ke pasar yang lebih besar. (*)
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan internasional. Termasuk… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) di perbankan… Read More
Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menargetkan jumlah agen asuransi umum mencapai 500 ribu… Read More
Jakarta – Di tengah fenomena makan tabungan alias mantab akhir-akhir ini, pertumbuhan antara ‘orang-orang tajir’… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tren pertumbuhan UMKM cenderung melambat, sejalan dengan risiko kredit UMKM… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti pentingnya peningkatan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia… Read More