Jakarta – Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu menegaskan pentingnya asuransi sebagai salah satu instrumen mitigasi risiko nasional.
“Asuransi parametrik menjadi solusi yang relevan dalam membantu keuangan negara dalam masa tanggap darurat bencana.” ujarnya dalam seminar nasional bertajuk “A Pathway to Responsive, Reliable, and Responsible Risk Financing”, di Jakarta, Kamis (14/6).
Ia menyebut, Indonesia Re berkomitmen menjadi motor penggerak di industri perasuransian dalam membantu masyarakat dan pemerintah mengelola risiko.
“Dengan adanya pengembangan perasuransian sebagai salah satu instrumen mitigasi risiko nasional, diharapkan hal ini dapat meningkatkan inklusi dan penetrasi masyarakat akan asuransi yang juga dapat berkontribusi positif ke industri perasuransian.” jelasnya.
Baca juga : OJK: Sistem Co-Payment Tekan Fraud di Asuransi Kesehatan
Sementara itu, Direktur Teknik dan Operasi Indonesia Re, Delil Khairat, menjelaskan bahwa mandat pengembangan asuransi merupakan hasil kajian bersama antara industri perasuransian, akademisi, dan pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Keuangan Indonesia.
“Jadi, Indonesia Re bersama dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, secara mendalam telah melakukan riset, kajian, instrumen, skema pembiayaan risiko dan produk asuransi parametrik untuk meng-cover natural disaster atau catastrophe risk di Indonesia,” ujar Delil.
Ia menambahkan, keterlibatan Indonesia Re sebagai mitra teknis yang berkontribusi besar dalam membantu pemerintah menyusun berbagai instrumen yang diusulkan, salah satunya asuransi parametrik gempa dan banjir.
Baca juga : Perusahaan Asuransi Wajib Siapkan Hal Ini Jika Ingin Jualan Asuransi Kesehatan
Dalam konteks penguatan ketahanan sektor perasuransian terhadap risiko bencana dan percepatan transformasi digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menegaskan pentingnya integrasi antara teknologi dan manajemen keberlanjutan.
Deputi Direktur Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK, Kurnia Yuniakhir, menyoroti bahwa digitalisasi industri asuransi harus diiringi dengan penguatan sistem Business Continuity Management (BCM).
“Akselerasi transformasi digital di industri perasuransian harus disertai kesiapan infrastruktur pengelolaan risiko yang andal, termasuk penguatan BCM untuk mengantisipasi gangguan akibat bencana maupun risiko sistemik lainnya,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama