Market Update

Rupiah Sudah Terdepresiasi 1,5% BI Sebut Masih Wajar

Jakarta – Pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang sudah terdepresiasi hingga 1,5 persen (year-to-date) dianggap Bank Indonesia (BI) masih berada dalam kondisi wajar, lantaran volatilitas rupiah mampu terjaga dalam kondisi stabil dan tidak mengkhawatirkan.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, di Jakarta, Jumat, 9 Maret 2018. Menurutnya, pergerakan rupiah terhadap dolar AS sepanjang Januari hingga Maret tahun ini tercatat mengalami depresiasi sebesar 1,5 persen.

“Depresiasi 1,5 persen itu kondisi yang wajar dan kami juga kalau terjadi volatilitas atau fluktuasi nilai tukar yang tidak terkelola dengan baik, maka BI akan menjaga fluktuasi agar ada di batas yang stabil,” ujar Agus Marto.

Oleh sebab itu, Agus Marto mengingatkan, agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan tren depresiasi rupiah yang sebesar 1,5 persen. “Karena, kondisi Indonesia dalam keadaan baik. Seandainya ada fluktuasi yang menjauhi fundamental value-nya, BI akan hadir di pasar,” ucapnya.

Baca juga: BRI: Dampak Pelemahan Rupiah Masih Bisa Diantisipasi Perbankan

Sejauh ini, kata dia, stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia terjaga dalam kondisi baik. “BI bersama dengan pemerintah akan berkoordinasi untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan siatem keuangan,” tegas Agus Marto.

Lebih lanjut dirinya menegaskan, bahwa secara umum kondisi nilai tukar rupiah terus diamati dan diawasi oleh Bank Sentral, agar volatilitasnya tetap terjaga di kisaran stabil. Sepanjang 2017, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi sebesar 0,71 persen.

Meski tahun ini melemah hingga 1,5 persen, namun kata Agus Marto, pada Januari 2018 posisi rupiah mampu menguat ke level Rp13.200 per dolar AS. Namun, lanjut dia, dinamika eksternal terutama di AS akhirnya menekan rupiah dalam pergerakan di kisaran Rp13.700-13.750 per dolar AS.

“Saya sampaikan BI selalu mengikuti, melihat dan memahami kondisi yang ada, terkait dinamika eksternal ini. Pada Januari, Februari dan Maret telah dipengaruhi faktor eksternal. Kalau di Indonesia, cerminannya ada di bulan Januari,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

2 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

2 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

4 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

4 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

6 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

6 hours ago