Jakarta – Chief Executive Officer (CEO) Citi Indonesia, Batara Sianturi membeberkan risiko jika Donald Trump memenangkan Pilpres Amerikat Serikat (AS) pada November nanti terhadap ekonomi Indonesia. Menurutnya, salah satu risiko itu adalah tekanan terhadap nilai valuasi rupiah (valas).
“On the Q4, karena kita mau masuk ke election cycle dan kita tidak tahu prediksi daripada Trump win atau tidak win dan biasanya kalau Trump win, biasanya dollar strengthen. Dolar menguat itu actually will create pressure on the Rupiah as well. Kalau salah satu yang dikhawatirkan kan capital outflow ya, dari kondisi yang sekarang ini,” ungkapnya di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Batara jelaskan, pemerintah Indonesia melalui bank sentral Bank Indonesia (BI) telah menerapkan sejumlah tool, seperti salah satunya ialah Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang adalah instrumen operasi moneter kontraksi.
Baca juga : Bos BI Beberkan Biang Kerok Rupiah Tertekan
Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying. Instrumen ini disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki BI.
“Bank Indonesia sudah melakukan beberapa tools ya. Dan salah satu tool yang dilakukan adalah SRBI. SRBI cukup untuk menarik on the short term di bawah 1 tahun ke bawah dan juga pada complement dengan bond di masa 5 dan 10 bulan. Kita melihat bahwa dengan tool daripada SRBI ini cukup untuk menarik inflow sehingga membuat stabil pada Rupiah dan Dolar. Jadi, kita melihat ini akan continue,” paparnya.
Baca juga : Rupiah Tertekan, AXA Financial Indonesia: Tak Pengaruhi Pembayaran Premi dan Klaim
Ia menegaskan, melalui instrumen SRBI tersebut, likuiditas negara bisa dikelola untuk menstabilkan falas. Ia jelaskan bahwa pihaknya belum bisa memprediksi kondisi jangka panjang, karena semuanya masih tergantung pada kuartal 4 paska pemilu AS.
“Maksudnya masih wait and see, belum bisa kita melihat secara jangka panjang karena masih melihat Q4 tadi. Ya kita melihat bahwa sekarang yang bisa dilihat tentang stabilitas daripada volatilitas baru di Q3, dan di Q4 itu masih ada beberapa uncertainty. Kita mengharapkan akan tetap ada incoming flow into emerging market, termasuk Indonesia,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja
Editor : Galih Pratama
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More