Keuangan

Rudiantara Sentil Regulasi yang Terlalu Ketat dalam Mengawasi Pindar

Jakarta – Regulasi yang bertujuan mengawasi industri fintech lending atau pinjaman daring (pindar) dinilai terlalu ketat.

Pendapat itu diungkapkan oleh Ketua Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc), Rudiantara, dalam acara Seminar Nasional CORE Indonesia bertajuk Dampak Sosial-Ekonomi dan Keberlanjutan Industri Fintech P2P Lending di Indonesia, Jumat, 13 Juni 2025.

Menurut Rudiantara, regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlalu “saklek” dalam membuat regulasi untuk pindar, yang mayoritas merupakan perusahaan startup. Padahal, peraturan yang terlalu ketat dinilai bisa merugikan pelaku industri.

“Regulator yang zaman sekarang itu (ibaratnya) harus bisa pegang ikan. Karena apa? Kalau ikan dipegang terlalu kencang, ikannya mati. Kalau ikannya terlalu kendor dipegang, ikannya kabur,” ujarnya dengan perumpamaan.

“Bagi saya, the best regulation is less regulation. Itu harus. Dulu, ketika saya menjadi menteri, saya kerjanya bagaimana kalau membuat peraturan menteri itu harus bisa membunuh 4 atau 5 peraturan menteri sebelumnya,” tambahnya.

Baca juga: Pindar Modal Cekak Bertambah, Ini yang Bakal Dilakukan AFPI

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu bahkan menyebut kalau seringkali regulator tidak memahami situasi dan kondisi di lapangan.

Regulator kerap mengacu kepada undang-undang atau peraturan pemerintah yang banyak berisikan perizinan. Sementara apa yang terjadi kepada industri berbeda dengan isi regulasi.

Rudiantara meminta agar regulator lebih bijak dalam merumuskan kebijakan untuk industri fintech lending.

Ia berharap, supaya pembuat kebijakan bisa lebih bijaksana dan mau mendengarkan pelaku industri dalam melaksanakan kebijakan.

“Inilah yang saya (harapkan). Bagaimana caranya agar regulator ini tidak menjadi merah nomor satu. Kita, AFPI, komunitas, IFSoc, harus terus berinteraksi dan berbicara, agar regulator juga paham,” tegas Rudiantara.

Baca juga: Jadi Member AFTECH, Oradian Siap Jajal Pasar Indonesia

Sebagai informasi, data dari OJK menunjukkan kalau fintech lending mengalami pertumbuhan pesat pada awal 2025.

Per Februari 2025, outstanding pinjaman industri tumbuh 32,86 persen secara year-on-year (YoY) menjadi Rp81,17 triliun, dengan tingkat wanprestasi (TWP90) sebesar 2,78 persen.

Akumulasi pembiayaan juga sudah mencapai Rp1.103,77 triliun, naik 36,86 persen dari Februari 2024. Bahkan, pertumbuhan laba bersih meroket 339,55 persen (YoY) menjadi Rp233,71 miliar. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Yulian Saputra

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

9 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

9 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

10 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

11 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

11 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

12 hours ago