Jakarta – Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi menjadi faktor utama yang membebani pikiran masyarakat Indonesia. Ini membuat mereka kini lebih berhati-hati dan strategis dalam menggunakan uangnya.
Hal tersebut terungkap dalam laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 dari NielsenIQ (NIQ), perusahaan consumer intelligence. Laporan ini menyoroti kecenderungan konsumen di Indonesia untuk tetap berbelanja produk-produk dan layanan yang menjadi kebutuhan mereka meski ada kenaikan harga.
Bramantiyoko Sasmito, Analytic Leader, NIQ Indonesia menjelaskan, kenaikan harga pangan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Sehingga memicu 83 persen konsumen secara aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka.
Baca juga: Daya Beli Masyarakat Makin Tergerus, CSIS Minta Pemerintah Segera Lakukan Ini
“Bahkan, ada 23 persen mengatakan akan menambah utang mereka untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka,” ujar Baron, sapaan akrab Bramantiyoko Sasmito di Jakarta, 17 Oktober 2024.
Lebih jauh Baron mengatakan, alokasi belanja mereka terdiri dari berbagai kebutuhan. Salah satunya adalah kebutuhan fast moving consumer goods (FMCG), seperti makanan. Pada kalangan lower income tercatat ada kenaikan belanja makanan dengan 27,3 persen, atau naik dari 26,5 persen pada 2023.
“Konsumen Indonesia akan tetap membelanjakan uangnya untuk fast moving consumer goods (FMCG) walau ada kenaikan harga,” ungkapnya.
Sementara, untuk menghemat pengeluaran belanja FMCG, konsumen menerapkan sejumlah strategi. Sebanyak 46 persen konsumen mengatakan belanja online sangat membantu untuk mendapatkan penawaran yang lebih bagus.
“46 persen mengatakan akan mengendalikan keranjang belanja mereka. Sementara 38 persen mengatakan akan beralih ke produk yang harganya lebih murah, dan 36 persen mengatakan akan membeli lebih banyak barang yang didiskon,” ujarnya.
Kemudian, kehati-hatian konsumen dalam belanja juga dipengaruhi oleh fakor penurunan ekonomi sebesar 27 persen, dan banyaknya peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia akibat isu lingkungan sebesar 16 persen, serta kenaikan tarif transportasi 14 persen dan utilitas 13 persen.
“Konsumen Indonesia masih percaya diri (dalam belanja), tapi tak sebesar sebelumnya,” jelasnya.
Di sisi lain, konsumen yang tercatat masih menabung dan merasa secure secara finansial mengalami penurunan dari 26 persen pada pertengahan 2023 menjadi hanya 13 persen pada pertengahan 2024.
Baca juga: Dua Brand Lokal Tingkatkan Daya Beli Konsumen di Tengah Gejolak Ekonomi
Sedangkan bagi mereka yang sebenarnya tidak terdampak secara keuangan tapi lebih berhati-hati dalam pengeluaran, naik dari 34 persen pada 2023 menjadi 41 persen pada 2024.
Diketahui, survei Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 yang dilakukan Nielsen melibatkan 10 ribu responden dengan proses pengumpulan data dikumpulkan dalam waktu satu tahun terakhir. Secara statistik responden itu diklaim mewakili 72 juta rumah tangga di Indonesia. (*)
Bali - Bank Mandiri terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor kesehatan melalui penyediaan solusi perbankan… Read More
Jakarta - PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) menghadirkan produk asuransi perjalanan yang praktis dan… Read More
Jakarta — PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin), sebagai bagian dari Holding BUMN Danareksa, memperkuat komitmennya… Read More
Jakarta – Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah pengumuman pemangkasan suku bunga… Read More
Jakarta – Dari 1.057 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ada di Indonesia, hampir separuhnya… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka anjlok sebanyak 1,15 persen ke level 7.025,98… Read More