Jakarta – Harga CPO yang turun sekitar 1% pada perdagangan Jumat pekan kemarin, kemungkinan berlanjut hari ini, melihat peregerakan kurs ringgit.
Terpantau kurs ringgit saat ini berada di level terkuat sejak 20 April 2016 terhadap dolar AS.
Akselerasi penguatan kurs ringgit terjadi sejak Kamis ketika bank sentral Malaysia menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam tiga setengah tahun terakhir.
Inflasi yang merangkak naik, ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus menjadi alasan bank sentral Malaysia menaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 3,25%.
“Disisi lain, dolar AS sedang mengalami tekanan setelah pemerintah AS terkesan “mensyukuri” pelemahan dolar,” kata tim riset Monex Investindo Futures, Senin, 29 Januari 2018.
Menteri Keuangan AS pada pekan lalu mengatakan pelemahan dolar akan bagus
untuk perekonomian AS.
Sementara itu hasil polling Reuters menunjukkan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia diprediksi meningkat di tahun ini, masing – masing menjadi 37,8 juta ton dan 20,5 juta ton.
Peningkatan tersebut akibat pulihnya produksi setelah efek El-Nino mulai menghilang.
Dua faktor tersebut berpotensi melemagkan harga CPO, dengan rentang perdagangan potensial 2460 – 2515 ringgit per ton. (*)
Jakarta – Kapasitas ruang fiskal APBN masih sangat terbatas dalam mendanai berbagai proyek transisi energi… Read More
Jakarta - Tahun 2024 lalu, perusahaan akuntansi multiglobal, menemukan data bahwa 53 persen pemimpin perusahaan… Read More
Jakarta - PT Bank BTPN Syariah Tbk mencatatkan kinerja yang solid pada kuartal I 2025… Read More
Jakarta – PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Finance) mengawali 2025 dengan catatan positif. Di… Read More
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan potensi Indonesia untuk membuka pasar baru dalam perdagangan internasional,… Read More
Jakarta - Pemerintah akan melakukan perubahan kebijakan atau deregulasi sebagai langkah negosiasi perdagangan yang dinilai… Read More