Yogyakarta – Bank Indonesia (BI) meyakini, penyaluran kredit perbankan akan lebih agresif di tahun ini, sehingga nantinya diharapkan dapat menggerakan perekonomian nasional. Penyaluran kredit yang lebih agresif ini juga sejalan dengan pelonggaran kebijakan BI melalui peningkatan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) menjadi 84-94 persen.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Ita Rulina mengatakan, melalui peningkatan RIM menjadi 84-94 persen ini, diharapkan industri perbankan dapat lebih ekspansif dalam mengucurkan kredit sejak awal 2019 guna menggerakkan roda perekonomian. Harapannya, Bank Sentral ingin kredit perbankan dapat tumbuh 12 persen di 2019.
“Dengan RIM yang dinaikkan, kita ingin rentang pertumbuhan kredit 10-12 persen, bias nya ke atas. Kita ingin jaga harapannya sejak dari awal tahun. Jadi dengan direlaksasi dari sekrang, bank bisa dari awal tahun untuk ekspansif,” ujarnya di Yogyakarta, Sabtu, 23 Maret 2019.
Asal tahu saja, dalam Rapat Dewan Gubernur Maret 2019 ini, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen untuk mendukung pembiayaan perbankan bagi dunia usaha. Kenaikan RIM tersebut akan berlaku mulai 1 Juli 2019. Dengan demikian, BI melonggarkan batasan kehati-hatian dari penyaluran kredit bank.
Meski sudah menaikkan RIM yang menjadi relaksasi bagi perbankan untuk lebih gencar menyalurkan kredit, dirinya mengatakan, BI masih mempertahankan target pertumbuhan kredit di 10-12 persen. “Karena tidak mudah juga bank langsung untuk cairkan kredit. Maka dengan dilonggarkannya RIM, kita ingin perkuat sinyal ke perbankan untuk dorong kredit,” ucapnya.
Sebelum kenaikan RIM, BI memasang syarat kehati-hatian RIM di rentang 80-92 persen. Dirinya mengungkapkan, dengan batas atas 92 persen, sebanyak 51 bank sudah melebihi ketentuan RIM atau rentang kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Maka dari itu, RIM ditingkatkan agar bank dapat ebih leluasa menyalurkan intermediasi.
“Sementara yang di bawah RIM 80 persen, itu ada 21 bank. Bank juga harus hati-hati dalam mengelola likuiditasnya,” paparnya.
Menurut Ita, kondisi likuiditas perbankan cukup memadai. Namun, masih banyak perbankan yang terlalu hati-hati dalam mengucurkan kredit sehingga ekses likuiditas meningkat. Parameter kesehatan likuiditas yang digunakan BI yakni Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga/AL-DPK meningkat ke 20,25 persen per Januari 2019 dari 19 persen per Desember 2018. (*)
Jakarta – PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) mencetak pertumbuhan dana kelolaan nasabah kaya (afluent) menembus… Read More
Jakarta – Ekonom Universitas Paramadina Samirin Wijayanto, menilai bahwa kemenangan Donald Trump dalam Pemilu AS 2024 membawa dampak… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti perkembangan digitalisasi yang semakin canggih, memudahkan, dan lebih… Read More
Jakarta – Direktur BCA Haryanto Budiman menilai kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024 dapat… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 7 November 2024, ditutup ambles… Read More
Jakarta - Unifiber, lini bisnis infrastruktur digital di bawah naungan PT Asianet Media Teknologi (Asianet),… Read More