Jakarta – Aturan mengenai kelonggaran kredit bagi debitur-debitur yang terdampak virus corona (Covid-19) telah dirilis. Adapun aturan restrukturisasi kredit tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical.
Dalam aturan itu, kelonggaran bisa untuk debitur dari sektor pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan kelautan. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit atau pembiayaan. Sejumlah nasabah, baik UMKM hingga sektor terdampak lainnya pun pasalnya sudah banyak yang menerima fasilitas kelonggaran kredit tersebut.
Dengan relaksasi kredit tersebut, pelaku usaha dan debitur lainnya dapat terbantu dan bertahan menghadapi kondisi yang menantang. Contohnya saja Hatma, seorang debitur Bank Mandiri yang memiliki usaha pengolahan hasil laut berupa rajungan, cumi, dan ikan yang berlokasi di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Ia menjadi pemasok produk rajungan yang seluruhnya diekspor ke Amerika Serikat. Akan tetapi, sejak merebaknya virus corona, usahanya terpukul.
“Sekarang sama sekali tidak ada ekspor. Tidak berani membeli karena tidak bisa dipasarkan. Stop sama sekali,” ujar Hatma ketika dihubungi di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, dalam menjalankan usahanya, Hatma bekerja sama dengan sebuah perusahaan di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, begitu virus corona merebak, produk rajungan yang dipasoknya tidak bisa dijual karena terhentinya permintaan dari Negeri Paman Sam. Kondisi ini terjadi sejak awal Maret 2020, hingga akhirnya produksinya terhenti.
“Sebulan lalu sudah mulai (tersendat), pernah jalan lagi sebentar. Berhenti sekarang karena tidak bisa dijual. Maret sudah mulai tersendat karena permintaan dari Amerika tidak ada sama sekali,” terangnya.
Ia pun berinisiatif menghubungi pihak Bank Mandiri untuk menjelaskan kondisi bisnisnya yang tak memungkinkan untuk membayar cicilan kredit. Keringanan kredit pun ia ajukan. Akhirnya, dalam proses yang relatif cepat, Hatma berhasil memperoleh restrukturisasi kredit. Ia diberi penangguhan pembayaran pokok dan bunga, serta perpanjangan jangka waktu kredit selama 12 bulan. Proses pengajuan keringanan kredit tersebut diakui Hatma hanya memakan waktu sekitar 10 hari.
“Pembayaran kredit dijadwal ulang. Jadi satu tahun saya tidak membayar. Satu tahun kemudian saya baru membayar lagi. Cepat prosesnya,” tukas Hatma.
Ada lagi cerita Khairiri (46 tahun) yang menjadi debitur UMKM Bank BRI. Khairiri merupakan pedagang kue bolu susu khas Bandung di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Menurut dia, sejak virus corona merebak di Jakarta, usaha dagangan kue Bolu Susu Lembang yang dijalaninya terus mengalami penurunan. Sebelum pandemi Covid-19 merebak, Khairiri biasanya mengantongi pendapatan sebesar Rp8 juta per bulan.
Saat ini, pendapatannya menurun sebesar 70 persen karena pelanggan menjadi berkurang akibat sepinya aktivitas masyarakat. “Pelanggan berkurang, jalanan juga sepi apalagi orang tidak ada yang lewat. Namun saya juga melayani pembelian melalui online jadi ada lah yang beli lewat online, meski tidak seramai hari-hari biasanya,” jelas Khairiri.
Pendapatan usaha yang merosot tersebut membuat Khairiri kelimpungan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bapak empat orang anak ini bahkan khawatir usahanya semakin berat, bahkan bisa tutup apabila situasi pandemi COVID-19 ini berlangsung lama. “Kalau kondisi seperti ini terus usaha saya bisa tutup. Kalau empat bulan atau delapan bulan ya masih bisa kita penuhi [kebutuhan], tapi kalau sudah sampai setahun mungkin ya berat,” tambah Khairiri.
Kondisi penjualan yang terus menurun membuat Khairiri terpaksa harus ‘memutar otak’ dan mengurangi belanja kue bolu susu yang biasanya dibeli dari agen di Lembang, Bandung. Beruntung di tengah pandemi Covid-19, pemerintah melalui OJK memberikan kebijakan relaksasi kredit maksimal satu tahun bagi pelaku UMKM yang usahanya terkena dampak pandemi virus corona.
Dia pun langsung berkonsultasi dengan Relationship Manager (RM) BRI untuk melakukan pengajuan keringanan kredit. Khairiri diminta melengkapi berkas pengajuan untuk mendapatkan relaksasi tersebut. Menurutnya, prosedur relaksasi yang dilakukan sangat mudah dan ringan. “Kalau BRI alhamdullilah sudah menjadi langganan, pinjaman BRI sangat membantu tidak terlalu memberatkan,” tukas Khairiri.
Berkat relaksasi yang digulirkan BRI atas kebijakan pemerintah dan regulator, Khairiri bersyukur karena pada Maret lalu pinjamannya direstrukturisasi, dengan keringanan selama 6 bulan. Dia cukup hanya membayar bunga pinjaman saja, tanpa harus menyetor angsuran pokok. “Keringanan yang dikasih BRI ya kalau tidak bisa setor pokok dan bunganya, jadi [cicilan] bulanan dikasih (keringanan bayar) bunganya saja. Jadi sesuai dengan kondisi kita. BRI sangat membantu,” ucapnya.
Sebagai informasi, per 14 April 2020, terdapat sekitar 328.329 nasabah atau debitur yang sudah mendapatkan keringanan kredit atau restrukturisasi kredit. Jumlah tersebut terdiri dari nasabah perbankan dan debitur perusahaan pembiayaan. Bila dirinci, jumlah debitur yang telah mendapat restrukturisasi di industri perbankan sebanyak 262.966 debitur.
Sementara itu, jumlah debitur yang disetujui untuk mendapat restrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan sebanyak 65.363 debitur. “Adapun yang masih dalam proses permohonan sebanyak 150.345 debitur,” kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot. (*)
Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More
Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More
Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More