Categories: Ekonomi dan Bisnis

Reformasi Pajak Jadi Kunci untuk Memperbaiki Pendapatan Negara

Jakarta — Managing Partner Tax RSM Indonesia, Ichwan Sukardi mengungkapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara di tahun 2022, masih akan mengandalkan penerimaan pajak, yang salah satunya dari sektor ekonomi digital, industri e-commerce, dan perusahaan luar negeri yang masuk ke Indonesia.

Hal tersebut dikatakannya dalam pemaparan mengenai Indonesian Taxation Outlook 2022.

“Sementara itu pengeluaran atau belanjanya masih akan difokuskan untuk sektor kesehatan dan pemulihan Covid-19, program jaring pengaman sosial, pembangunan SDM, dan pengembangan infrastruktur,” jelas Managing Partner Tax RSM Indonesia, Ichwan Sukardi, Senin, 20 Desember 2021.

Seperti diketahui, perubahan-perubahan kerap terjadi selama tahun 2021 dengan beberapa peristiwa yang terjadi, baik pada tingkat global maupun dalam negeri seperti pelaksanaan kesepakatan alokasi perpajakan melalui 2 pilar kesepakatan negara OECD/G20, dikeluarkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dan UU Cipta Kerja yang dinyatakan tidak sesuai dengan konstitusi oleh MK.

Anggaran belanja negara tahun 2021 sebagian besar dialihkan pada penanganan Covid-19 dan insentif usaha dengan tujuan mengupayakan Indonesia bisa melalui masa pandemi. Sebesar 92,2% realisasi insentif pajak dialihkan ke usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah, seperti tunjangan PPh 21, Pajak UMKM, pembebasan PPh 22, pengurangan PPh 25 dan lainnya

Pada tingkat global, peran Indonesia sebagai presiden G20 mendorong untuk tercapainya kesepakatan global pemajakan sektor digital dan komitmen pemajakan atas karbon. Dua pilar yang digagas negara OECD/G20 menjadi tantangan perpajakan di era ekonomi digital. Pilar pertama adalah alokasi profit kepada negara sumber, dan pilar kedua adalah penerapan pajak minimum bagi perusahaan multinasional.

“Reformasi pajak merupakan kunci untuk memperbaiki pendapatan negara. Untuk itu kita harus bisa memahami trend pajak tahun 2022 di bidang administrasi pajak, kebijakan perpajakan, dan pemeriksaan pajak,” tambah Ichwan.

Secara keseluruhan, RSM Indonesia memperkirakan bahwa bisnis akan bangkit seiring dengan pemulihan ekonomi. Akan ada lebih banyak dorongan teknologi yang diadopsi oleh kantor pajak untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi administrasi perpajakan.

Dirjen Pajak akan terus menerbitkan SP2DK, dan melakukan inisiatif pemeriksaan yang lebih terarah melalui profiling entitas berisiko tinggi dan merugi serta wajib pajak yang belum memiliki NPWP.

Reformasi perpajakan diperkirakan juga akan terus terjadi baik di tingkat kebijakan maupun administrasi dalam konteks kerangka UU HPP. Namun, ketidakpastian menerpa implementasi Omnibus Law pasca putusan MA. Pemerintah meyakini bahwa akan mampu menjawab putusan MA ini dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menambahkan alasan mengapa aturan dan kebijakan sering kali berubah. Salah satu penyebab utamanya adalah ekonomi global yang mengalami gejolak dari segi kecepatan perubahan pasar, ketidakmampuan untuk memprediksi masa mendatang, kompleksitas faktor dan variable yang perlu diperhitungkan, dan ambiguitas pernafsiran.

Pemerintah merespon situasi dengan menerapkan kebijakan fiskal melalui penerbitan Perpu No.1/2020.  Pemerintah memberikan stimulus penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta memperluas stimulus dan rekonstruksi program agar lebih implementatif sehingga dapat segera dieksekusi.

Di tahun 2021 hingga 2022 mendatang, kebijakan akan lebih diarahkan menuju penguatan daya banngkit dan reformasi penguatan fondasi penanganan pandemi dan program vaksinasi. Maka revisi UU Perpajakan menjadi prasyarat dan kondisi niscaya bagi keberlanjutan reformasi perpajakan menuju ekosistem yang adil, efektif, dan akuntabel.

“Ada beberapa pertimbangan risiko yang harus kita antisipasi. Yang pertama tentu adalah potensi re-eskalasi Covid-19 yang muncul karena varian baru, normalisasi harga komoditas global, kenaikan Federal Fund Rate (FFR), dan dinamika ekonomi global,” tambah Yustinus. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

2 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

3 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

6 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

6 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

7 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

9 hours ago