Perbankan

Rating Keuangan Syariah 2022: Biarkan UUS Bank Matang di Pohon, Bukan Dikarbit

SEBAGIAN bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS) boleh jadi sedang harap-harap cemas sekarang ini. Pasalnya, ada kewajiban bagi bank-bank tersebut untuk memisahkan (spin off) UUS-nya menjadi bank umum syariah (BUS) sendiri, dan paling lambat harus sudah dilakukan sebelum 2023 berakhir.

Dasar hukum dari kewajiban itu adalah Undang-Undang (UU) No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa UUS yang dimiliki bank umum konvensional harus melakukan spin off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan UU itu. Kewajiban itu juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total aset bank induknya. Nah, jika kewajiban spin off ini tak bisa dijalankan oleh bank konvensional yang mempunyai UUS, akan ada sanksi yang diterima, yakni pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mencabut izin usaha UUS tersebut.

Memang, waktu yang disediakan untuk memenuhi kewajiban spin off bagi bank pemilik UUS lumayan panjang, 15 tahun sejak 2008. Namun, faktanya, sampai dengan hari ini masih ada bank yang belum siap untuk melakukan spin off terhadap UUS-nya. Dari 21 UUS, sebagian masih terkendala syarat permodalan untuk bisa melakukan spin off.

Untuk melakukan spin off, salah satu syaratnya ialah bank induk harus setor modal Rp500 miliar kepada UUS. Namun, bagaimana setor modal itu bisa dilakukan jika modal bank induknya sendiri terbatas – bahkan masih harus memenuhi kewajiban modal minimum dari regulator.

Problem tersebut umumnya dihadapi bank-bank dari kelompok bank pembangunan daerah (BPD). Apalagi, aturan modal minimum perbankan saat ini mengalami perubahan, yakni menjadi Rp3 triliun. Bagi BPD, modal minimum Rp3 triliun harus terpenuhi paling lambat pada 2024. Sementara, bagi bank umum kelompok lain, deadline-nya akhir 2022.

Berdasarkan data Biro Riset Infobank (birI), dari 27 BPD yang ada saat ini, 15 bank modalnya masih di bawah Rp3 triliun (data 2021). Jadi, seandainya bank-bank yang modalnya kurang dari Rp3 triliun itu memiliki UUS, mereka tentu akan lebih fokus untuk memenuhi ketentuan modal minimum Rp3 triliun ketimbang setor modal Rp500 miliar untuk spin off UUS-nya.

Spirit “memaksa” UUS bank untuk spin off pada 2023 adalah untuk mengejar peningkatan market share perbankan syariah dengan memperbanyak jumlah BUS. Asumsinya, makin banyak BUS, kinerja perbankan syariah akan makin terakselerasi. Namun, yang terjadi selama ini, UUS sebetulnya mampu tumbuh lebih cepat dan berkualitas dibandingkan dengan bank syariah. Bahkan, Infobank Institute mencatat, UUS mampu meningkatkan market share lebih cepat (14%) daripada BUS dengan induknya (5%).

Memaksa UUS untuk spin off di 2023 akan menjadi kontraproduktif manakala bank syariah hasil spin off ternyata malah tak bertenaga karena modalnya cekak dan punya infrastruktur yang ala kadarnya. Bukannya meningkatkan pangsa pasar, yang terjadi bisa jadi bank-bank syariah hasil spin off justru tak bisa bersaing.

Namun, dengan sedang digodoknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) oleh wakil rakyat, mungkin saja aturan spin off UUS bank konvensional akan mengalami perubahan. Sebab, dalam draf RUU itu, ketentuan mengenai batas waktu terakhir untuk spin off UUS tidak lagi dimasukkan. Hanya UUS yang asetnya sudah mencapai 50% dari bank induknya yang tetap wajib dipisahkan.

Itu jadi kabar baik bagi bank-bank konvensional pemilik UUS. Sebab, dengan demikian, artinya UUS dan perbankan syariah secara luas akan tumbuh dan membesar sesuai dengan permintaan pasar. Dengan kata lain, biarkan bank-bank syariah, khususnya UUS, “matang di pohon” bukan “dikarbit”.

Industri perbankan syariah sendiri memberi respons positif terhadap calon ketentuan yang ada di draf RUU P2SK tersebut. Herwin Bustamin, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) yang juga Direktur Unit Usaha Syariah PermataBank, mengungkapkan bahwa pihaknya menyambut baik RUU P2SK, khususnya terkait dengan kewajiban spin off UUS. Meski demikian, menurutnya, para pelaku industri masih menunggu kepastian terkait dengan spin off itu, apakah akan tetap sesuai dengan amanat UU No. 21 Tahun 2008 atau akan berubah jika RUU P2SK disahkan dan poin tentang spin off yang ada dalam draf tidak mengalami perubahan.

“Kami sempat menanyakan kapan kira-kira UU (P2SK) ini berlaku. Karena, sekarang ada bank-bank yang khawatir apakah spin off ini masih tetap wajib atau tidak,” kata Herwin kepada media, beberapa waktu lalu.

Di lain sisi, industri keuangan syariah di Indonesia sejauh ini berkembang dengan baik. Berdasarkan data Biro Riset Infobank, per Juni 2022 total aset industri keuangan syariah di negeri ini, yang diwakili perbankan syariah, asuransi syariah, perusahaan pembiayaan syariah, perusahaan modal ventura syariah, perusahaan pembiayaan infrastruktur syariah, dana pensiun syariah, lembaga jasa keuangan khusus syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan fintech syariah, tercatat Rp820,13 triliun. Total aset itu tumbuh 13,10% secara tahunan.

Perbankan syariah masih menjadi motor bagi industri keuangan syariah nasional. Secara market share aset, perbankan syariah menguasai pangsa aset 83,68% atau senilai Rp686,29 triliun per Juni 2022. Seperti halnya industri keuangan syariah nasional, industri perbankan syariah pun tumbuh dengan baik. Pada sisi aset tadi, misalnya, mengalami kenaikan 12,71% dari Juni 2021 yang tercatat Rp608,88 triliun.

Terkait dengan kinerja industri keuangan syariah nasional, Infobank kembali menerbitkan rating institusi keuangan syariah bertajuk “Rating 98 Institusi Keuangan Syariah Versi Infobank 2022”. Rating ini memotret kinerja industri keuangan syariah di 2021, khususnya yang diwakili industri perbankan syariah – bank umum, UUS, dan BPRS; industri asuransi jiwa dan asuransi umum syariah; serta industri penjaminan syariah. Hasilnya, dari 246 perusahaan keuangan syariah yang dirating, sebanyak 98 perusahaan berhasil mendapat predikat “sangat bagus”. Siapa saja mereka? (*)

Baca selengkapnya di Majalah Infobank No.533 edisi September 2022. Informasi pembelian majalah, hubungi Sirkulasi Infobank: 0852-8802-0094, 0815-9960-459 Email: sirkulasi@infobank.co.id, web link: Sirkulasi Infobank, Majalah Infobank versi digital Infobankstore.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

PPN 12 Persen QRIS Dibebankan ke Pedagang, Siap-siap Harga Barang Bakal Naik

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More

8 mins ago

IHSG Ditutup Naik 1,61 Persen, Dekati Level 7.100

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 23 Desember 2024, ditutup… Read More

57 mins ago

Tok! Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

Jakarta - Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha… Read More

2 hours ago

440 Ribu Tiket Kereta Api Ludes Terjual, KAI Daop 1 Tambah Kapasitas untuk Libur Nataru

Jakarta - PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta terus meningkatkan kapasitas tempat duduk untuk Kereta… Read More

2 hours ago

Aksi Mogok Massal Pekerja Starbucks Makin Meluas, Ada Apa?

Jakarta – Starbucks, franchise kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) tengah diterpa aksi pemogokan massal… Read More

2 hours ago

BRI Buka Layanan Operasional Terbatas Selama Libur Nataru, Cek Tanggalnya

Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) siap melayani kebutuhan nasabah seiring tingginya mobilitas… Read More

3 hours ago