Jakarta – Industri asuransi nasional sedang menghadapi persoalan trust terkait kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. Ini persoalan serius karena kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan industri asuransi berangkat dari trust atau kepercayaan masyarakat (nasabah). Kasus ini semakin menekan kinerja industri asuransi, setelah sebelumnya ditekan oleh perlambatan ekonomi dan impact pandemi Covid-19.
Industri asuransi jiwa nasional bahkan sudah dua tahun terakhir mengalami masa-masa berat. Pada 2019 kinerja industri ini melanjutkan kemerosotan yang terjadi sejak 2018. Sebagian perusahaan asuransi jiwa fokus memasarkan produk-produk asuransi berbalut investasi seperti unit link. Bahkan, unit link menjadi tulang punggung bisnis asuransi jiwa. Namun, karena terlalu dipenuhi oleh produk-produk berbasis investasi bergaransi, perusahaan asuransi jiwa menjadi agresif masuk ke saham dan reksa dana.
“Begitu pasar saham anjlok, banyak yang akhirnya bermasalah. Ditambah lagi, ada problem lain, yakni tidak sedikit terjadi pelanggaran good corporate governance (GCG),” ujar Chairman Infobank Institute, Eko B. Supriyanto dalam InfobankTalkNews Media Discussion dengan tema: “Peluang dan Tantangan Asuransi di Era Digital” yang dilaksanakan Kamis, 30 Juli 2020.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2019 perolehan premi bruto industri asuransi jiwa, yang dihuni oleh 61 perusahaan, tumbuh negatif 0,38% atau menjadi Rp185,33 triliun. Pertumbuhan tersebut melanjutkan tren penurunan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pada 2018 premi industri asuransi jiwa tumbuh 1,20%, anjlok sangat dalam dari capaian tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh 16,23%.
Rapor merah industri asuransi jiwa pada 2019 juga ditunjukkan oleh pos laba. Tahun lalu laba sebelum pajak industri ini negatif Rp6,59 triliun. Pada 2018, meski laba industri merosot sangat dalam, dari Rp13,08 triliun pada 2017 menjadi Rp194,09 miliar, namun masih tumbuh positif. “Perolehan laba per Mei 2020 membaik, naik 128,26% menjadi Rp1,21 triliun dari total 54 perusahaan asuransi jiwa,” ungkap Eko.
Namun, indikator keuangan lainnya semakin menurun. Per Mei 2020, pendapatan premi bruto mengalami minus 12,54% menjadi Rp64,01 triliun. Investasi minus 8,12% menjadi Rp426,24 truliun, dan aset minus 5,52% menjadi Rp531,14%.
Kinerja industri asuransi umum relatif lebih baik dibanding asuransi jiwa. Sejumlah indikator kinerja keuangan menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan. Secara umum, kinerja industri asuransi umum pada 2019 lebih baik ketimbang 2018. Hanya saja, masih ada persoalan lama yang sepertinya belum teratasi oleh industri ini, yakni besarnya cost dalam berkompetisi.
“Sebelumnya, banyak perusahaan asuransi umum yang tertekan oleh biaya pemasaran akibat kompetisi yang ketat, di tengah kondisi perekonomian yang belum bergairah. Sehingga, supaya tidak kehilangan kue pasar, perusahaan-perusahaan asuransi jor joran memberi komisi,” ujar Eko.
Berdasarkan data OJK, tahun lalu industri asuransi umum yang diwakili 78 perusahaan meraup pendapatan premi bruto Rp69,79 triliun. Secara tahunan, angka itu tumbuh 16,29% atau lebih tinggi daripada pertumbuhan premi bruto pada 2018 yang tercatat 9,80%. Perolehan laba industri asuransi umum pada 2019 tercatat lebih mengembang. Tahun lalu laba sebelum pajak industri ini mencapai Rp6,57 triliun, tumbuh 13,31% secara tahunan. Pertumbuhan laba 2019 juga lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan laba 2018 yang tercatat 8,87%.
Namun, per Mei 2020, kinerja asuransi umum mengalami penurunan. Dari total 74 asuransi umum, pendapatan premi bruto mengalami minus 6,37% menjadi Rp26,77 triliun. Laba minus 7,51% menjadi Rp2,23 triliun.
RATING INFOBANK
Untuk melihat kinerja industri asuransi secara menyeluruh selama satu tahun, Biro Riset Infobank (birI) membuat laporan tentang industri asuransi bertajuk “Rating 105 Asuransi Versi Infobank 2020”. Untuk kelompok asuransi jiwa, hasilnya, dari total 54 perusahaan, 14 perusahaan asuransi jiwa berhasil mendapat predikat “sangat bagus”, 18 perusahaan berpredikat “bagus”, dan 10 perusahaan berpredikat “cukup bagus”.
“Sebanyak 11 perusahaan tidak dimuat karena nilai totalnya di bawah 51%, data tidak ada atau data tidak lengkap,” ujar Eko.
Sementara untuk perusahaan asuransi umum, tahun ini Biro Riset Infobank merating 74 perusahaan asuransi umum. Dari perusahaan asuransi umum sebanyak itu, 32 perusahaan berhasil meraih predikat “sangat bagus”, 23 berpredikat “bagus”, dan 8 berpredikat “cukup bagus”. Ada 11 perusahaan yang tak dimuat karena nilai totalnya di bawah 51%, data tidak ada atau data tidak lengkap.
Penilaian atau rating kinerja perusahaan asuransi jiwa yang dilakukan Biro Riset Infobank ini didasarkan pada capaian kinerja perusahaan asuransi tersebut di atas kertas (laporan keuangan publikasi). Penilaian ini bisa dijadikan salah satu cermin untuk melihat kinerja perusahaan asuransi sepanjang 2018-2019.
“Hasilnya mungkin tak bisa menggambarkan kinerja perusahaan asuransi secara utuh. Pasalnya, selain unsur kuantitatif, ada beberapa unsur kualitatif yang tak terungkap dalam laporan keuangan publikasi,” tutup Eko. (*)
Jakarta - BPJS Ketenagakerjaan bersama Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) bersinergi untuk meningkatkan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Jumat, 20… Read More
Jakarta - PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk akhirnya buka suara ihwal penarikan varian rasa Indomie… Read More
Jakarta – Mahkamah Agung (MA) resmi menolak permohonan kasasi PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex… Read More
Jakarta – Rupiah diproyeksi melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat setelah data Produk… Read More
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meralat pernyataan sebelumnya terkait dugaan korupsi dana tanggung jawab… Read More